NARSISISME adalah istilah yang merujuk pada cinta diri yang berlebihan dan kebutuhan konstan akan perhatian serta pengakuan dari orang lain. Hal ini sering kali mencerminkan kekurangan rasa harga diri dan kebutuhan untuk memvalidasi diri melalui pandangan orang lain.
Menurut Jean M. Twenge dalam bukunya "The Narcissism Epidemic" (2009), era digital telah menyediakan platform ideal bagi individu narsistik untuk memamerkan diri dan mendapatkan pengakuan yang mereka inginkan.
Media sosial seperti Instagram, Facebook, dan Twitter memungkinkan individu untuk mengatur presentasi diri mereka, sering kali dengan cara yang idealis dan kadang-kadang tidak realistis.
Baca juga: Merumuskan dan Menjalankan Resolusi Tahun Baru
Dalam beberapa dekade terakhir, media sosial telah berkembang pesat dan menjadi bagian integral dari kehidupan banyak orang. Hal ini memberikan kesempatan bagi pengguna untuk membagikan aspek-aspek tertentu dari kehidupan mereka, sering kali yang paling menarik atau glamor.
Sebagian orang mungkin merasa perlu untuk "memerankan" kehidupan yang sempurna atau menarik bagi pengikut mereka.
Namun, penelitian oleh Keith Campbell dalam "The Handbook of Narcissism and Narcissistic Personality Disorder" (2011) menunjukkan bahwa penggunaan berlebihan media sosial dapat berhubungan dengan tingkat narsisisme yang lebih tinggi, khususnya di kalangan generasi muda.
Baca juga: Mengungkap Rahasia Kecantikan: Panduan Lengkap Tipe Kulit dan Ciri-cirinya
Dampak Narsisisme dalam Media Sosial pada Kesehatan Mental
Dampak paling signifikan dari narsisisme di media sosial terhadap kesehatan mental adalah rasa tidak puas dengan realitas dan meningkatnya perbandingan diri.
Menurut Leon F. Seltzer dalam "Paradoxical Strategies in Psychotherapy" (1986), individu yang terus-menerus membandingkan diri mereka dengan orang lain sering mengalami rasa cemburu, rendah diri, dan kecemasan. Kondisi ini diperparah ketika media sosial menjadi sumber utama validasi diri.
Selain itu, terlalu banyak berfokus pada pengakuan eksternal, seperti jumlah "like" atau komentar positif, dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk merasakan kepuasan intrinsik.
Baca juga: Perlengkapan Apa yang Penting Dimiliki untuk Anak Kost?
Individu mungkin merasa terjebak dalam siklus konstan mencari validasi dan pengakuan dari orang lain. Jika tidak diperoleh, ini bisa menyebabkan perasaan ditolak atau tidak dihargai, yang dapat berdampak negatif pada harga diri dan kesejahteraan emosional seseorang (Twenge, "The Narcissism Epidemic", 2009).
Dampak lain yang cukup mengkhawatirkan adalah potensi individu untuk menjadi terasing dari dunia nyata. Terlalu banyak waktu dihabiskan di dunia maya dapat menyebabkan seseorang kehilangan koneksi dengan realitas, membuat mereka merasa terasing dan kesepian, meskipun mereka mungkin memiliki ribuan "teman" atau pengikut online (Campbell, "The Handbook of Narcissism and Narcissistic Personality Disorder", 2011).
Strategi Mengatasi Dampak Narsisisme dalam Media Sosial
Salah satu cara efektif untuk mengatasi dampak negatif dari narsisisme di media sosial adalah dengan mengatur batasan penggunaan. Hal ini bisa berarti mengurangi waktu yang dihabiskan di platform, mengatur notifikasi, atau bahkan mengambil cuti dari media sosial untuk periode waktu tertentu.
Dengan demikian, individu dapat lebih fokus pada interaksi dunia nyata dan mengurangi ketergantungannya pada validasi online.
Selanjutnya, mengembangkan kesadaran diri adalah kunci. Individu harus memahami mengapa mereka merasa perlu untuk mencari validasi dari orang lain dan mencari cara untuk membangun rasa harga diri yang berasal dari dalam. Hal ini dapat dicapai melalui terapi, jurnalisme, meditasi, atau teknik pengembangan pribadi lainnya.
Dengan meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri, individu dapat mengembangkan hubungan yang lebih sehat dengan media sosial dan dengan diri mereka sendiri (Seltzer, "Paradoxical Strategies in Psychotherapy", 1986).
Terakhir, adalah penting untuk memahami bahwa media sosial hanyalah representasi, dan sering kali representasi yang tidak akurat, dari kehidupan seseorang. Mengenali bahwa kebanyakan orang hanya membagikan momen-momen terbaik mereka dan mungkin tidak membagikan kesulitan atau tantangan yang mereka hadapi bisa membantu mengurangi perbandingan diri yang tidak sehat dan tekanan untuk selalu "tampil sempurna".
Penutup
Narsisisme di media sosial, yang didefinisikan sebagai cinta diri yang berlebihan dan keinginan konstan untuk mendapatkan validasi dari orang lain, telah meningkat seiring dengan kemajuan teknologi dan prevalensi penggunaan media sosial. Fenomena ini tidak hanya memengaruhi bagaimana individu mempresentasikan diri mereka di ruang digital, tetapi juga berdampak signifikan pada kesejahteraan psikologis mereka.
Dampak-dampak tersebut mencakup perasaan tidak puas dengan realitas, meningkatnya perbandingan diri yang berlebihan, dan potensi untuk menjadi terasing dari dunia nyata.
Untuk menghadapi tantangan ini, individu disarankan untuk menetapkan batasan dalam penggunaan media sosial, meningkatkan kesadaran diri, dan memahami bahwa representasi online seringkali bukan gambaran lengkap dari kehidupan seseorang. Dengan pendekatan yang seimbang dan reflektif terhadap media sosial, individu dapat menjalani kehidupan yang lebih sehat dan terpenuhi.
Referensi:
Jean M. Twenge, "The Narcissism Epidemic", Atria Books, 2009.
Keith Campbell, "The Handbook of Narcissism and Narcissistic Personality Disorder", John Wiley & Sons, 2011.
Leon F. Seltzer, "Paradoxical Strategies in Psychotherapy", Academic Press, 1986.