KITA sering kali dihadapkan pada pertanyaan mengenai sumber dan keaslian pengetahuan. Dari mana kita memperoleh pemahaman tentang dunia? Bagaimana kita dapat memastikan bahwa apa yang kita ketahui benar-benar berdasarkan fakta?
Empirisme, salah satu aliran pemikiran filsafat yang telah ada selama berabad-abad, menawarkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sebagai pendekatan yang menekankan pentingnya pengalaman inderawi dalam pembentukan pengetahuan, empirisme telah memberikan kontribusi besar pada cara kita memahami dan menginterpretasikan dunia di sekitar kita.
Kita akan mengeksplorasi definisi, sejarah, serta prinsip dasar empirisme untuk memberikan gambaran komprehensif tentang konsep ini.
Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya
Definisi Empirisme
Empirisme adalah pandangan filsafat yang menegaskan bahwa sumber utama dan dasar dari segala pengetahuan manusia berasal dari pengalaman inderawi atau pengamatan. Dengan kata lain, manusia mendapatkan informasi dan memahami dunianya melalui apa yang mereka lihat, dengar, rasa, sentuh, dan cium. Pengamatan dan eksperimen menjadi dua pilar utama empirisme.
Salah satu poin kunci dari pandangan empiris adalah bahwa ide atau konsep yang tidak dapat diuji atau diamati melalui pengalaman inderawi dianggap tidak memiliki dasar yang kuat. Empirisme, dengan demikian, sering berhadapan dengan rasionalisme, yang percaya bahwa sumber utama pengetahuan adalah akal budi atau pemikiran murni, bukan pengalaman (Bertrand Russell, A History of Western Philosophy, 1945).
Empirisme tidak hanya berkaitan dengan pengamatan kasat mata, namun juga bagaimana kita menginterpretasikan dan memahami informasi dari pengamatan tersebut. Ini adalah proses yang terus menerus, dimana manusia belajar dari pengalaman dan mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang dunia sekitar mereka (John Locke, An Essay Concerning Human Understanding, 1689).
Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme
Sejarah Munculnya Empirisme
Gerakan empirisme sebagai suatu aliran pemikiran filsafat yang terorganisir dengan baik muncul di Eropa, khususnya di Inggris, pada abad ke-17 dan 18. Filsuf-filsuf seperti John Locke, George Berkeley, dan David Hume adalah tokoh-tokoh kunci dalam perkembangan empirisme.
John Locke, misalnya, berpendapat bahwa pikiran manusia saat lahir adalah seperti "tabula rasa" atau lembaran kosong. Semua pengetahuan yang kita miliki berasal dari pengalaman (John Locke, An Essay Concerning Human Understanding).
Sementara David Hume menyatakan bahwa semua ide berasal dari "kesan" atau pengalaman sensorik kita. Jika kita tidak dapat menghubungkan suatu ide dengan kesan inderawi tertentu, maka ide tersebut dianggap tidak memiliki dasar (David Hume, A Treatise of Human Nature, 1739, hal. 34).
Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya
Sejarah empirisme juga erat kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Metode ilmiah yang mengandalkan observasi dan eksperimen memiliki akar dalam prinsip-prinsip empiris. Hal ini membuat empirisme memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern dan cara kita memahami dunia (Bertrand Russell, A History of Western Philosophy, hal. 600).
Prinsip Dasar Empirisme: Pentingnya Pengalaman Indrawi dan Konsep "Tabula Rasa"
Empirisme didasarkan pada kepercayaan bahwa pengalaman inderawi adalah sumber pengetahuan utama. Alih-alih berpegang pada ide atau konsep abstrak yang terlepas dari realitas, empirisme mengandalkan apa yang dapat diamati dan diperiksa melalui indera kita. Oleh karena itu, empirisme menolak klaim pengetahuan yang tidak didasarkan pada pengalaman inderawi atau yang tidak dapat diuji melalui pengamatan (David Hume, A Treatise of Human Nature, hal. 40).
Pengalaman inderawi tidak hanya sebatas pada apa yang kita lihat atau dengar. Setiap indera kita, termasuk penciuman, perasa, dan sentuhan, berkontribusi dalam pembentukan pemahaman kita tentang dunia.
Selain itu, pengalaman inderawi juga mencakup bagaimana kita menginterpretasikan dan memahami informasi yang kita terima. Dengan kata lain, bukan hanya apa yang kita alami, tetapi bagaimana kita memproses dan memahami pengalaman tersebut (John Locke, An Essay Concerning Human Understanding, hal. 118).
Salah satu konsep yang paling terkenal dalam empirisme adalah ide "tabula rasa" yang diperkenalkan John Locke. Menurut Locke, pikiran manusia saat lahir mirip dengan "lembaran kertas kosong" atau "tabula rasa", tanpa ide atau pengetahuan bawaan. Segala sesuatu yang kita tahu dan pahami berasal dari pengalaman. Seiring berjalannya waktu, pengalaman-pengalaman inderawi mengisi "lembaran kertas" ini, membentuk pengetahuan dan pemahaman kita tentang dunia.
Konsep "tabula rasa" menekankan bahwa pengalaman adalah faktor utama dalam perkembangan pengetahuan dan kepribadian individu. Ini berlawanan dengan gagasan bahwa manusia dilahirkan dengan pengetahuan atau ide bawaan.
Sebagai contoh, seseorang tidak dilahirkan dengan pemahaman tentang matematika atau moral; sebaliknya, pemahaman tersebut berkembang seiring dengan pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya (Bertrand Russell, A History of Western Philosophy, hal. 585).
Referensi:
Bertrand Russell, A History of Western Philosophy, Allen & Unwin, 1945.
John Locke, An Essay Concerning Human Understanding, Clarendon Press, 1689.
David Hume, A Treatise of Human Nature, John Noon, 1739.