Sumber Pengetahuan Menurut Empirisme

13/10/2023, 10:43 WIB
Artikel dan Ilustrasi ini dibuat dengan bantuan artificial intelligence (AI). Dimohon untuk bijak memanfaatkan informasi. Jika Anda menemukan ada kesalahan informasi atau kesalahan konteks, silakan memberitahu kami ke feedbackohbegitu@gmail.com
Sumber Pengetahuan Menurut Empirisme
Ilustrasi empirisme
Table of contents
Editor: EGP

BAGAIMANA kita memahami dan mendefinisikan pengetahuan telah menjadi subyek debat yang mendalam di kalangan filsuf dan ilmuwan. Salah satu pendekatan utama dalam mengerti asal-usul pengetahuan adalah empirisme, yang menempatkan pengalaman inderawi sebagai pusat dari semua pemahaman kita. 

Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan pengalaman inderawi? Dan bagaimana cara kita mengolah, mengukur, dan memvalidasi informasi yang kita peroleh dari pengalaman tersebut? 

Artikel ini mencoba untuk membahas lebih dalam tentang sumber pengetahuan dalam empirisme, dengan menyoroti perbedaan antara pengetahuan a posteriori dan a priori, serta menjelaskan peranan kritis dari observasi, eksperimen, dan pengukuran dalam membangun fondasi pengetahuan kita.

Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya

Pengetahuan a Posteriori

Pengetahuan a posteriori adalah jenis pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman inderawi. Kata "a posteriori" sendiri berasal dari bahasa Latin yang berarti "dari yang datang sesudahnya".

Dengan kata lain, untuk memiliki pengetahuan jenis ini, seseorang harus memiliki pengalaman terlebih dahulu. Sebagai contoh, kita tahu bahwa api panas karena kita pernah merasakannya. Pengetahuan tentang panasnya api didapatkan setelah memiliki pengalaman dengan api itu sendiri.

Empirisme, sebagai aliran pemikiran, sangat menekankan pada pengetahuan a posteriori. Para penganut empirisme percaya bahwa semua pengetahuan kita berasal dari pengalaman.

Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme

John Locke, seorang filsuf empirisis, menyatakan bahwa pikiran manusia pada awalnya seperti "tabula rasa" atau lembaran kosong, dan pengalamanlah yang mengisinya dengan ide-ide (John Locke, "An Essay Concerning Human Understanding", 1689, hal. 105).

Namun, tidak semua pengalaman menghasilkan pengetahuan yang benar. Pengalaman bisa menyesatkan dan bisa terdistorsi oleh berbagai faktor. Oleh karena itu, kaum empiris menekankan pentingnya observasi yang cermat dan eksperimen untuk memvalidasi pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman.

Pengetahuan a Priori

Berlawanan dengan pengetahuan a posteriori, pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang didapatkan tanpa perlu mengandalkan pengalaman inderawi. Kata "a priori" berasal dari bahasa Latin yang berarti "dari yang datang sebelumnya". Ini mengacu pada pengetahuan yang bersifat intuitif atau yang sudah ada sebelum pengalaman tertentu.

Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya

Sebagai contoh, konsep matematika seperti 2 + 2 = 4 dianggap sebagai pengetahuan a priori. Kita tidak perlu mengandalkan pengalaman inderawi untuk mengetahui bahwa hasil penjumlahan dari dua dan dua adalah empat. Konsep-konsep logis dan ide dasar dalam etika juga sering dianggap sebagai contoh dari pengetahuan a priori.

Meskipun empirisme cenderung menekankan pada pengetahuan a posteriori, banyak penganut empirisme  yang mengakui adanya pengetahuan a priori. Namun, mereka berpendapat bahwa pengetahuan a priori bersifat umum dan abstrak, sementara pengetahuan a posteriori lebih konkret dan spesifik (David Hume, "A Treatise of Human Nature", 1739, hal. 45).

Sebagai kesimpulan, empirisme menekankan pentingnya pengalaman inderawi dalam pembentukan pengetahuan. Namun, baik pengetahuan a posteriori maupun a priori memiliki peranannya masing-masing dalam kontribusi terhadap pengetahuan manusia.

Peranan Observasi, Eksperimen, dan Pengukuran

Observasi memainkan peran penting dalam empirisme. Observasi adalah proses aktif memperhatikan dan mencatat fenomena atau kejadian dengan tujuan memahami dan menginterpretasikannya. Observasi memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mengumpulkan data secara langsung dari sumbernya.

Dalam ilmu alam, contohnya, observasi alam memberikan informasi tentang perilaku hewan, perubahan cuaca, atau gerakan bintang. Melalui observasi, empirisis dapat memvalidasi atau menolak hipotesis mereka berdasarkan apa yang mereka lihat dan catat.

Berdasarkan "An Essay Concerning Human Understanding" oleh John Locke (1689), observasi adalah cara utama kita memperoleh pengetahuan a posteriori.

Smenetara eksperimen adalah cara sistematis untuk menguji ide atau hipotesis. Dalam konteks empirisme, eksperimen membantu memastikan bahwa pengetahuan yang diperoleh benar-benar didasarkan pada realitas, dan bukan hanya pada spekulasi.

Melalui eksperimen, peneliti dapat mengontrol variabel tertentu dan mengamati efeknya. Ini memberikan bukti yang lebih konkret dan dapat diulang oleh peneliti lain. Sebagai contoh, Galileo Galilei menggunakan eksperimen untuk memahami hukum gerakan benda (Galileo Galilei, "Two New Sciences", 1638).

Adapun pengukuran memberikan kerangka kerja obyektif untuk menginterpretasikan hasil observasi dan eksperimen. Dengan mengukur, peneliti dapat mengkuantifikasi fenomena dan membuat perbandingan yang valid antar kasus atau situasi.

Pengukuran memastikan bahwa pengetahuan yang diperoleh bersifat konsisten dan dapat dibandingkan dengan penelitian lain. Dalam ilmu fisika, contohnya, pengukuran memungkinkan ilmuwan untuk menentukan kecepatan cahaya, massa benda, atau volume gas dengan presisi yang tinggi.

Singkatnya, observasi, eksperimen, dan pengukuran adalah alat utama dalam empirisme yang memungkinkan ilmuwan dan peneliti untuk memperoleh, memvalidasi, dan mengomunikasikan pengetahuan. Ketiga metode ini memastikan bahwa pengetahuan yang diperoleh didasarkan pada realitas dan bukan hanya pada asumsi atau spekulasi.

Referensi:

John Locke, "An Essay Concerning Human Understanding", Clarendon Press, 1689.
David Hume, "A Treatise of Human Nature", John Noon, 1739.
Galileo Galilei, "Two New Sciences", Elsevier, 1638.

OhPedia Lainnya