ZIONISME adalah gerakan nasionalis yang muncul di Eropa pada akhir abad ke-19 dengan tujuan untuk mendirikan sebuah negara bagi bangsa Yahudi di tanah Palestina. Di tengah meningkatnya antisemitisme di Eropa, banyak orang Yahudi yang merasa tidak aman dan mencari solusi untuk kondisi mereka.
Theodor Herzl, seorang jurnalis dan penulis Austria-Hungaria, sering dianggap sebagai pendiri gerakan zionis modern. Dalam bukunya yang berjudul Der Judenstaat (1896), Herzl menekankan perlunya mendirikan sebuah negara Yahudi untuk mengatasi masalah antisemitisme yang semakin parah di Eropa.
Ide zionisme tidak muncul begitu saja. Bahkan sebelum Herzl, ada pemikiran-pemikiran serupa yang diusung oleh tokoh-tokoh seperti Moses Hess dan Leon Pinsker. Namun, Herzl adalah orang yang berhasil mengorganisir pemikiran-pemikiran tersebut ke dalam sebuah gerakan yang terstruktur.
Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya
Setelah menerbitkan bukunya, Herzl mengadakan Kongres Zionis Pertama di Basel, Swiss tahun 1897, yang menandai formalisasi gerakan ini dan pembentukan Organisasi Zionis Dunia.
Meskipun awalnya mendapat tentangan dari berbagai pihak, termasuk dari komunitas Yahudi sendiri, Zionisme terus berkembang dan mendapat dukungan dari beberapa negara besar.
Deklarasi Balfour tahun 1917, misalnya, adalah bukti dukungan Inggris terhadap ide pembentukan "tanah air nasional" untuk bangsa Yahudi di Palestina (Smith, Anthony D., National Identity, 1991). Deklarasi ini memperkuat semangat kaum zionis untuk mempercepat imigrasi Yahudi ke Palestina dan mengakar dengan lebih kuat di tanah tersebut.
Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme
Dengan berjalannya waktu, semakin banyak Yahudi Eropa yang mendukung zionisme dan mulai berimigrasi ke Palestina, terutama setelah tragedi Holocaust. Keinginan untuk memiliki negara sendiri semakin mendalam, dan dengan dukungan dari kekuatan-kekuatan besar di dunia, gerakan kaum zionis mendapatkan momentum yang kuat untuk mewujudkan impian tersebut di tanah Palestina.
Imigrasi Yahudi ke Palestina di Bawah Pemerintahan Utsmani dan Mandat Britania
Aliyah merujuk pada imigrasi Yahudi ke tanah Palestina atau Israel. Kata ini berasal dari bahasa Ibrani yang berarti "ketinggian" atau "naik". Selama akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ada beberapa gelombang aliyah yang terjadi, terutama di bawah pemerintahan Kekaisaran Utsmaniyah dan kemudian di bawah Mandat Britania.
Di bawah kekuasaan Utsmaniyah, mulai muncul gelombang pertama aliyah pada 1880-an. Pemicunya adalah kombinasi antara nasionalisme Yahudi dan kondisi sulit yang dialami oleh komunitas Yahudi di Eropa Timur dan Rusia.
Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya
Imigrasi ini membawa sekitar 35.000 orang Yahudi ke Palestina, dan mereka fokus pada pembangunan pemukiman dan pertanian (Laqueur, Walter, A History of Zionism, 1972). Meskipun mereka menghadapi berbagai tantangan, termasuk penyakit dan kesulitan ekonomi, gelombang imigrasi ini meletakkan dasar bagi komunitas Yahudi modern di Palestina.
Gelombang kedua dan ketiga aliyah terjadi antara 1904-1914, dengan latar belakang adanya aksi kekerasan (pogrom) di Rusia dan revolusi Rusia 1905. Gelombang-gelombang ini membawa sekitar 40.000 orang Yahudi lagi ke Palestina. Mereka membangun kibbutz (komune pertanian) dan moshav (desa pertanian) serta mendirikan Tel Aviv tahun 1909.
Kemudian dengan dimulainya Mandat Britania di Palestina setelah Perang Dunia I, kondisi untuk aliyah menjadi lebih menguntungkan. Meskipun ada ketegangan dengan populasi Arab lokal, imigrasi Yahudi terus berlanjut.
Deklarasi Balfour 1917 memberikan dorongan moral dan politik untuk gerakan kaum zionis. Namun, di sisi lain, kebijakan Inggris terkadang bersifat ambivalen, terutama saat mereka mencoba menyeimbangkan kepentingan Yahudi dengan kepentingan Arab di Palestina (Shlaim, Avi, The Iron Wall: Israel and the Arab World, 2001).
Selama periode Mandat Britania, terjadi tiga gelombang aliyah lagi yang menambah jumlah populasi Yahudi di Palestina. Salah satunya dipicu oleh kebijakan anti-Yahudi dari Nazi di Jerman pada 1930-an. Dengan pendirian negara Israel tahun 1948, imigrasi Yahudi ke Palestina mencapai puncaknya, memperkokoh posisi orang-orang Yahudi di wilayah tersebut.
Referensi:
Herzl, Theodor. Der Judenstaat. 1896.
Smith, Anthony D. National Identity. Penguin Books, 1991.
Laqueur, Walter. A History of Zionism. Schocken Books, 1972.
Shlaim, Avi. The Iron Wall: Israel and the Arab World. W.W. Norton & Company, 2001.