Esensi Marxisme: Kelas Sosial, Konflik Kelas, dan Alienasi

19/10/2023, 12:23 WIB
Artikel dan Ilustrasi ini dibuat dengan bantuan artificial intelligence (AI). Dimohon untuk bijak memanfaatkan informasi. Jika Anda menemukan ada kesalahan informasi atau kesalahan konteks, silakan memberitahu kami ke feedbackohbegitu@gmail.com
Esensi Marxisme: Kelas Sosial, Konflik Kelas, dan Alienasi
Ilustrasi buruh vs borjuis
Table of contents
Editor: EGP

KAPITALISME, sebagai sistem ekonomi yang dominan di banyak negara di dunia, telah mendapat sorotan tajam dari berbagai teori kritis. Salah satu kritik paling mendalam datang dari marxisme, sebuah teori yang mengusung ide-ide Karl Marx dan Friedrich Engels mengenai struktur dan dinamika masyarakat. 

Dengan menyoroti konsep-konsep seperti kelas sosial, konflik kelas, dan alienasi, marxisme memberikan lensa kritis untuk memahami cara kerja kapitalisme dan dampaknya terhadap individu dan masyarakat secara keseluruhan. 

Dalam artikel ini, kita akan mendalami pemahaman tentang bagaimana marxisme melihat masyarakat kapitalis, mulai dari definisi kelas, konflik sebagai pendorong sejarah, hingga konsep alienasi dalam sistem kapitalis. Seiring dengan eksplorasi ini, kita akan menyadari mengapa ide-ide marx tetap relevan dan menarik perhatian hingga era modern ini.

Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya

Definisi Kelas dalam Masyarakat Kapitalis: Buruh dan Borjuis

Kelas buruh, atau yang sering disebut dengan proletariat, merupakan kelas yang tidak memiliki alat produksi seperti tanah, pabrik, atau mesin. Mereka hidup dari menjual tenaga kerjanya kepada pemilik modal atau borjuis.

Dalam masyarakat kapitalis, proletariat kerap berada dalam posisi yang rentan karena ketergantungannya kepada borjuis untuk memperoleh pekerjaan dan upah. Pada dasarnya, kelas buruh dipaksa untuk bekerja dengan upah yang rendah demi keuntungan maksimal bagi borjuis.

Sebaliknya, kelas borjuis adalah kelas yang memiliki dan mengendalikan alat-alat produksi. Mereka mempekerjakan kelas buruh dan memperoleh keuntungan dari surplus nilai yang dihasilkan oleh kelas buruh.

Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme

Dengan kekuasaan ekonomi yang mereka miliki, borjuis mampu mendominasi struktur sosial dan politik dalam masyarakat kapitalis. Mereka memiliki kecenderungan untuk mempertahankan status quo yang menguntungkan mereka.

Konflik Antara Buruh dan Borjuis

Dalam pandangan Marx, konflik antara kelas buruh dan borjuis adalah konflik yang tak terhindarkan. Hal ini disebabkan oleh adanya ketidaksetaraan hak dan kekuasaan antara kedua kelas ini.

Borjuis, demi memaksimalkan keuntungannya, akan terus menekan upah dan kondisi kerja kelas buruh. Hal ini, tentunya, menimbulkan ketidakpuasan dan resistensi dari kelas buruh.

Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya

Konflik ini, menurut Marx, akan berujung pada revolusi sosial di mana kelas buruh akan mengambil alih kekuasaan dan mendirikan masyarakat tanpa kelas.

Relevansi Teori Marx Tentang Kelas di Era Modern

Meskipun pemikiran Marx berasal dari abad ke-19, konsep-konsepnya tetap relevan hingga hari ini. Banyak negara industri maju masih menunjukkan tanda-tanda ketidaksetaraan ekonomi yang mendalam antara kelas borjuis dan buruh. Ketimpangan ini menjadi salah satu sumber konflik sosial di berbagai belahan dunia.

Namun, ada juga argumen yang menyatakan bahwa struktur kelas di masyarakat modern lebih kompleks daripada yang digambarkan Marx (Giddens, "Capitalism and Modern Social Theory", 1971).

Konflik Kelas sebagai Pendorong Sejarah

Dalam pemikiran Marx, konflik kelas bukan sekadar fenomena sosial yang terisolasi; ia merupakan mesin utama yang mendorong roda sejarah. Sejarah, menurut Marx, adalah sejarah perjuangan kelas.

Konsep ini mencerminkan pandangan bahwa perubahan masyarakat dari satu bentuk ke bentuk lainnya sejatinya didorong oleh ketegangan dan konflik antara kelas-kelas yang bertentangan.

Pada setiap tahapan perkembangan masyarakat, selalu ada kelas yang mendominasi dan kelas yang didominasi. Misalnya, dalam masyarakat feodal, konflik terjadi antara tuan tanah feodal dan petani yang bekerja di tanah mereka.

Ketika kapitalisme muncul, konflik tersebut beralih menjadi antara borjuis (pemilik modal) dan proletariat (buruh). Konflik ini muncul karena kepentingan masing-masing kelas secara inheren bertentangan satu sama lain.

Konflik antarkelas tidak hanya menghasilkan perubahan gradual atau evolusi dalam struktur masyarakat. Kadang-kadang, konflik ini dapat memicu revolusi besar-besaran yang mengubah bentuk masyarakat secara radikal.

Marx memprediksi bahwa ketidakpuasan proletariat dalam sistem kapitalis akan memuncak dalam sebuah revolusi sosialis, di mana proletariat akan mengambil alih kekuasaan dan mengakhiri pemerintahan borjuis.

Dampak Konflik Kelas terhadap Budaya dan Ideologi

Selain dampak ekonomi dan politik, konflik kelas juga memengaruhi aspek budaya dan ideologi masyarakat. Marx berpendapat bahwa ideologi dominan dalam masyarakat adalah ideologi kelas dominan. Dengan kata lain, pandangan dan keyakinan yang paling banyak diterima dalam masyarakat cenderung menguntungkan kelas yang berkuasa.

Namun, ketika kelas yang tertindas mulai membangun kesadaran kelas dan melawan penindasan, mereka juga menciptakan ideologi dan budaya alternatif yang menantang dominasi kelas penguasa.

Dengan demikian, konflik kelas tidak hanya mendorong perubahan ekonomi dan politik tetapi juga memengaruhi bentuk dan isi dari budaya dan ideologi masyarakat. Sejarah, dalam pandangan Marx, bukanlah serangkaian kejadian acak tetapi sebuah narasi tentang perjuangan kelas dan perubahan sosial yang dihasilkannya.

Alienasi dalam Kapitalisme

Salah satu konsep sentral dalam pemikiran Marx tentang kapitalisme adalah konsep alienasi atau "Entfremdung". Dalam konteks kapitalis, alienasi mengacu pada perasaan terasing yang dialami oleh kelas buruh sebagai akibat dari struktur ekonomi dan sosial yang mendominasi mereka.

Itu bukan hanya soal ketidaksetaraan ekonomi, tetapi juga bagaimana kapitalisme memengaruhi hubungan manusia dengan pekerjaannya, produk-produk yang dihasilkan, sesama manusia, dan dirinya sendiri.

Alienasi dari Pekerjaan

Dalam kapitalisme, buruh tidak memiliki kendali atas apa yang mereka produksi dan bagaimana mereka memproduksinya. Pekerjaan berubah menjadi tugas-tugas yang monoton dan terfragmentasi, yang membuat pekerja merasa terpisah dari proses produksi. Mereka menjadi semacam "roda gigi" dalam mesin yang lebih besar, bukan individu yang berkontribusi dengan kreativitas dan keahlian mereka.

Alienasi dari Produk

Produk yang dihasilkan oleh pekerja segera menjadi milik borjuis, pemilik modal. Ironisnya, meskipun pekerja yang menghasilkan barang-barang tersebut, mereka sering kali tidak mampu membelinya atau hanya dapat membelinya dengan harga yang tinggi. Ini menciptakan perasaan terasing dari produk kerja keras mereka sendiri.

Alienasi dari Sesama Manusia

Kapitalisme mendorong persaingan antar individu daripada kerjasama. Ini membuat pekerja bersaing satu sama lain untuk pekerjaan, upah, dan promosi, yang pada akhirnya mengakibatkan mereka terisolasi satu sama lain. Pekerjaan menjadi transaksi bisnis murni dan hubungan antar manusia menjadi komodifikasi.

Alienasi dari Diri Sendiri

Sebagai akibat dari ketiga bentuk alienasi di atas, pekerja sering merasa tidak memiliki tujuan atau makna dalam hidup mereka. Mereka menjadi terasing dari potensi dan esensi manusia mereka sendiri, merasa hidup hanya untuk bekerja, bukan bekerja untuk hidup.

Dalam analisisnya, Marx berpendapat bahwa alienasi adalah produk langsung dari kapitalisme dan hanya dapat diatasi dengan mengakhiri sistem kapitalis itu sendiri. Alienasi, menurut Marx, tidak hanya merugikan kelas buruh dari segi ekonomi, tetapi juga merusak jiwa dan kemanusiaan mereka.

OhPedia Lainnya