Sejarah Etnis Rohingya di Myanmar

22/11/2023, 19:36 WIB
Artikel dan Ilustrasi ini dibuat dengan bantuan artificial intelligence (AI). Dimohon untuk bijak memanfaatkan informasi. Jika Anda menemukan ada kesalahan informasi atau kesalahan konteks, silakan memberitahu kami ke feedbackohbegitu@gmail.com
Sejarah Etnis Rohingya di Myanmar
Ilustrasi pengungsi Rohingya
Table of contents
Editor: EGP

MYANMAR, negara dengan sejarah yang kaya dan kompleks, telah lama menjadi sorotan dunia akibat isu-isu terkait hak asasi manusia dan relasi etnis yang rumit. Di tengah mozaik keberagaman ini, etnis Rohingya menonjol sebagai salah satu kelompok yang paling terpinggirkan dan teraniaya. 

Artikel ini bertujuan untuk menyelami sejarah etnis Rohingya, memahami peran dan posisi mereka dalam sejarah Myanmar, serta menggali pengaruh kolonialisme dan perubahan politik di Myanmar terhadap nasib mereka. 

Sejarah Awal Komunitas Rohingya

Komunitas Rohingya, yang sekarang banyak dikenal sebagai salah satu kelompok etnis minoritas yang paling teraniaya di dunia, memiliki sejarah yang panjang dan kompleks. Sejarah awal mereka dapat ditelusuri kembali ke wilayah yang kini dikenal sebagai Negara Bagian Rakhine di Myanmar.

Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya

Berdasarkan catatan sejarah, Rohingya telah hadir di wilayah ini sejak abad ke-8. Kehadiran mereka dikaitkan dengan perdagangan dan migrasi di sepanjang jalur perdagangan antara Timur Tengah, India, dan Asia Tenggara (Azeem Ibrahim, "The Rohingyas: Inside Myanmar's Hidden Genocide", 2016).

Pada abad ke-15 dan ke-16, wilayah Rakhine menjadi perbatasan antara Kesultanan Bengal dan Kerajaan Burma. Selama periode ini, interaksi antara berbagai kelompok etnis dan agama, termasuk Muslim, Buddha, dan Hindu, meningkat. Ini membawa perubahan sosial dan budaya yang signifikan, yang turut memengaruhi komunitas Rohingya. Migrasi dan percampuran budaya ini menjadi ciri khas awal sejarah Rohingya (Andrew Selth, "Burma's Muslims and the War on Terror", 2003).

Pada masa kolonial Inggris, perubahan signifikan lainnya terjadi. Inggris menguasai Burma (sekarang Myanmar) pada tahun 1824 dan memasukkan Rakhine ke dalam wilayahnya. Kolonialisasi membawa perubahan dalam struktur administratif dan ekonomi, serta mendorong migrasi tenaga kerja dari wilayah lain di India. Migrasi ini, yang meliputi banyak pekerja Muslim, turut membentuk demografi dan identitas sosial di Rakhine, yang kemudian memengaruhi komunitas Rohingya (Thant Myint-U, "The Making of Modern Burma", 2001).

Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme

Pasca-kemerdekaan Myanmar tahun 1948, nasib Rohingya mulai berubah drastis. Mereka mulai menghadapi eksklusi dan diskriminasi. Situasi politik Myanmar yang tidak stabil, ditambah dengan kebijakan pemerintah yang seringkali diskriminatif terhadap kelompok minoritas, termasuk Rohingya, membuat mereka semakin terpinggirkan. Kebijakan ini termasuk penolakan kewarganegaraan, yang berakar pada Undang-Undang Kewarganegaraan 1982, yang secara efektif menjadikan banyak orang Rohingya sebagai apatrid atau tanpa kewarganegaraan (Jacques P. Leider, "Rohingya: The Name, The Movement, The Quest for Identity", 2013).

Dari sejarah awal hingga perkembangan komunitas Rohingya, jelas bahwa mereka telah mengalami berbagai fase penting yang membentuk identitas dan situasi mereka saat ini. Dari migrasi awal hingga masa kolonial dan situasi politik Myanmar pasca-kemerdekaan, setiap periode memiliki dampak yang signifikan terhadap komunitas ini. Meskipun menghadapi tantangan yang luar biasa, keberadaan dan perjuangan Rohingya tetap menjadi bagian penting dari mozaik sejarah dan sosial di Asia Tenggara.

Peran dan Posisi Etnis Rohingya dalam Sejarah Myanmar

Peran dan posisi etnis Rohingya dalam sejarah Myanmar sangatlah penting dan kompleks, mempengaruhi dinamika sosial, politik, dan budaya di negara ini. Rohingya, sebagai salah satu kelompok etnis minoritas di Myanmar, telah memiliki peran yang unik dan sering kali kontroversial dalam sejarah negara tersebut.

Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya

Selama periode kolonial Inggris, Rohingya memainkan peran penting dalam sistem administrasi dan ekonomi di Rakhine. Mereka terlibat dalam berbagai sektor seperti pertanian, perdagangan, dan pelayanan publik. Keterlibatan ini memperkuat posisi mereka dalam masyarakat lokal, meskipun hubungan antar etnis di wilayah tersebut tetap kompleks dan sering kali tegang (Michael W. Charney, "A History of Modern Burma", 2009).

Pasca-kemerdekaan, ketegangan antara komunitas Rohingya dan mayoritas etnis Myanmar, serta kelompok etnis lainnya, semakin meningkat. Dinamika politik Myanmar yang berubah, khususnya kebijakan pemerintah militer terhadap kelompok etnis minoritas, memengaruhi peran dan posisi Rohingya. Pemerintah militer cenderung memandang Rohingya sebagai kelompok asing dan memberlakukan kebijakan yang mengecualikan mereka dari partisipasi politik dan sosial (Mary Callahan, "Making Enemies: War and State Building in Burma", 2003).

Pada periode-periode tertentu, beberapa kelompok Rohingya mencoba menegosiasikan hak dan status mereka dalam struktur negara Myanmar. Ini termasuk upaya untuk mendapatkan pengakuan politik dan kewarganegaraan. Namun, upaya-upaya ini seringkali mendapat reaksi keras dari pemerintah dan kelompok nasionalis Myanmar, yang melihat mereka sebagai ancaman terhadap identitas nasional dan keamanan negara (David Steinberg, "Burma/Myanmar: What Everyone Needs to Know", 2010).

Dalam konteks sosial dan budaya, Rohingya telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keberagaman budaya di Myanmar. Mereka memiliki bahasa, tradisi, dan praktik keagamaan yang unik, yang menambah kekayaan budaya negara. Namun, pengakuan dan apresiasi terhadap kontribusi ini seringkali terhalang oleh diskriminasi dan persepsi negatif yang berakar pada ketidakstabilan politik dan konflik etnis di negara tersebut (Elliot Prasse-Freeman, "Negotiating Identity in Post-Colonial Myanmar", 2014).

Peran dan posisi etnis Rohingya dalam sejarah Myanmar mencerminkan kompleksitas relasi etnis dan politik di negara tersebut. Meskipun menghadapi tantangan yang luar biasa, mereka terus berusaha untuk mempertahankan identitas dan hak-hak mereka sebagai bagian dari masyarakat Myanmar.

Pengaruh Kolonialisme dan Perubahan Politik di Myanmar

Kolonialisme Inggris dan perubahan politik yang terjadi di Myanmar telah memberikan dampak yang signifikan terhadap struktur sosial, politik, dan ekonomi negara, termasuk nasib etnis Rohingya. Pengaruh ini terlihat jelas dalam beberapa aspek yang telah membentuk kondisi saat ini di Myanmar.

Pengaruh Kolonialisme Inggris

Era kolonialisme Inggris di Myanmar, yang dimulai pada awal abad ke-19, membawa transformasi besar dalam struktur sosial dan politik negara tersebut. Inggris mengintegrasikan ekonomi Myanmar ke dalam sistem ekonomi kolonial, yang mendorong perubahan dalam produksi pertanian dan perdagangan.

Kolonialisme juga memfasilitasi migrasi besar-besaran pekerja dari India dan Bangladesh, termasuk banyak yang kemudian dikenali sebagai Rohingya. Ini menyebabkan perubahan demografis yang penting dan menimbulkan ketegangan antar etnis yang berdampak hingga hari ini (Thant Myint-U, "Where China Meets India: Burma and the New Crossroads of Asia", 2011).

Perubahan Politik Pasca-Kemerdekaan

Pasca-kemerdekaan pada tahun 1948, Myanmar memasuki fase baru yang ditandai dengan ketidakstabilan politik dan konflik internal. Era ini menyaksikan bergantinya pemerintahan sipil dengan rezim militer yang sering kali otoriter dan represif, terutama terhadap kelompok etnis minoritas seperti Rohingya. Kebijakan pemerintah Myanmar seringkali didasarkan pada nasionalisme etnis yang eksklusif, yang tidak mengakui keragaman etnis dan agama di negara tersebut.

Pada tahun 1982, pemerintah Myanmar mengeluarkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru, yang secara efektif mengecualikan Rohingya dari kewarganegaraan Myanmar, memperdalam diskriminasi terhadap mereka (Francis Wade, "Myanmar's Enemy Within: Buddhist Violence and the Making of a Muslim 'Other'", 2017).

Dampak Kolonialisme dan Perubahan Politik terhadap Rohingya

Pengaruh kolonialisme dan perubahan politik di Myanmar telah secara langsung memengaruhi nasib Rohingya. Kolonialisme membawa perubahan demografis yang menjadi salah satu akar ketegangan antar etnis di Myanmar. Sementara itu, perubahan politik pasca-kemerdekaan, terutama penguasaan militer, menambah beban bagi Rohingya, yang sering kali dijadikan sasaran konflik dan kebijakan diskriminatif. Kedua periode ini memiliki peran penting dalam membentuk persepsi negatif dan kebijakan eksklusionis terhadap Rohingya yang bertahan hingga saat ini (Matthew Walton, "Buddhism, Politics and Political Thought in Myanmar", 2016).

OhPedia Lainnya