Berbagai Aspek Krisis dan Konflik Rohingya di Myanmar

23/11/2023, 12:16 WIB
Artikel dan Ilustrasi ini dibuat dengan bantuan artificial intelligence (AI). Dimohon untuk bijak memanfaatkan informasi. Jika Anda menemukan ada kesalahan informasi atau kesalahan konteks, silakan memberitahu kami ke feedbackohbegitu@gmail.com
Berbagai Aspek Krisis dan Konflik Rohingya di Myanmar
Ilustrasi konflik Rohingya
Table of contents
Editor: EGP

KONFLIK Rohingya di Myanmar telah menjadi salah satu krisis kemanusiaan terbesar di dunia modern, menarik perhatian dan keprihatinan global. Dengan latar belakang yang rumit dan penuh dengan tragedi, krisis ini mengungkapkan tantangan besar dalam mengatasi isu-isu diskriminasi, kekerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Artikel ini bertujuan untuk memberikan pandangan komprehensif tentang berbagai aspek konflik ini, mulai dari latar belakang historis dan etnis yang rumit, insiden kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi, hingga respon dan pengaruh komunitas internasional terhadap situasi yang berlangsung.

Latar Belakang Konflik antara Rohingya dan Pemerintah Myanmar

Krisis Rohingya merupakan salah satu tragedi kemanusiaan yang paling mencolok di abad ke-21. Ini adalah konflik yang berakar pada sejarah panjang diskriminasi, kekerasan, dan pengabaian terhadap komunitas Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar. Untuk memahami konflik ini, penting untuk melihat ke dalam sejarah yang kompleks dan dinamika politik di Myanmar.

Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya

Sejarah konflik ini bermula dari era kolonial ketika Myanmar (dulu dikenal sebagai Burma) di bawah pemerintahan Inggris. Selama periode ini, ada migrasi besar-besaran tenaga kerja dari India dan Bangladesh ke Burma, yang kemudian menciptakan ketegangan etnis dan agama di negara tersebut.

Etnis Rohingya, yang sebagian besar adalah Muslim, mulai dipandang sebagai pendatang asing oleh sebagian besar penduduk Myanmar, meskipun banyak dari mereka telah tinggal di wilayah itu selama berabad-abad.

Pasca kemerdekaan Myanmar tahun 1948, situasi bagi etnis Rohingya semakin memburuk. Pada tahun 1982, pemerintah Myanmar mengeluarkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang secara efektif mencabut kewarganegaraan Rohingya, menjadikan mereka salah satu kelompok minoritas paling terpinggirkan di dunia. Kebijakan ini memicu serangkaian pembatasan terhadap Rohingya, termasuk pembatasan pergerakan, pendidikan, dan pekerjaan.

Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme

Ketegangan meningkat tahun 2012 ketika konflik berdarah pecah antara komunitas Rohingya dan etnis Rakhine, yang mengakibatkan ratusan orang tewas dan ribuan rumah hancur. Situasi ini memburuk lagi  tahun 2017 ketika militer Myanmar melancarkan operasi militer yang keras terhadap Rohingya menyusul serangan oleh militan Rohingya terhadap pos-pos keamanan. Aksi militer ini dikecam secara internasional sebagai 'pembersihan etnis', dengan laporan-laporan tentang pembunuhan massal, pemerkosaan, dan pembakaran desa-desa.

Krisis Rohingya telah menghasilkan salah satu eksodus pengungsi terbesar di dunia. Menurut UNHCR, lebih dari 740.000 orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh sejak Agustus 2017, bergabung dengan ribuan lainnya yang sudah ada di kamp-kamp pengungsi. Ini adalah tragedi kemanusiaan yang menunjukkan kegagalan sistematis dalam melindungi hak asasi manusia dan minoritas di Myanmar.

Konflik Rohingya bukan hanya tentang pertentangan agama atau etnis; ini adalah cerminan dari kegagalan pemerintah dalam menjamin kesetaraan dan keadilan bagi semua warganya. Krisis ini menuntut perhatian internasional yang serius untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan bagi komunitas Rohingya, yang telah lama menderita akibat diskriminasi dan kekerasan.

Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya

Insiden Kekerasan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Krisis Rohingya tidak hanya dicirikan oleh diskriminasi sistemik, tetapi juga oleh insiden kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas. Insiden-insiden ini telah menarik perhatian global karena brutalitas dan skalanya.

Pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi terhadap warga Rohingya termasuk pembunuhan massal, pemerkosaan, penyiksaan, dan penghancuran properti, yang seringkali dilakukan oleh militer Myanmar dan kelompok militan lokal.

Salah satu insiden paling tragis terjadi tahun 2017, ketika militer Myanmar melancarkan operasi di negara bagian Rakhine. Laporan dari berbagai organisasi hak asasi manusia, termasuk PBB, mencatat bukti kuat akan pembunuhan massal, kekerasan seksual, dan pembakaran desa-desa Rohingya. Insiden ini mengakibatkan eksodus massal Rohingya ke Bangladesh, menciptakan krisis pengungsi yang belum pernah terjadi sebelumnya di wilayah tersebut.

Kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual juga menonjol dalam konflik ini. Banyak wanita dan gadis Rohingya telah melaporkan menjadi korban pemerkosaan oleh anggota militer Myanmar. Kekejaman ini tidak hanya merupakan pelanggaran hak asasi manusia tetapi juga digunakan sebagai alat perang untuk menimbulkan ketakutan dan memaksa Rohingya untuk meninggalkan rumah mereka.

Selain kekerasan fisik, Rohingya juga menghadapi pembatasan keras terhadap kehidupan sehari-hari mereka. Pembatasan pergerakan, akses terbatas ke pendidikan dan layanan kesehatan, dan pembatasan pada hak-hak sipil dasar lainnya adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh komunitas ini. Kondisi di kamp-kamp pengungsi, terutama di Bangladesh, sering kali tidak memadai, dengan akses terbatas ke fasilitas sanitasi, air bersih, dan makanan.

Respons internasional terhadap insiden kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia ini telah bervariasi. Sementara beberapa negara dan organisasi internasional telah menyerukan tindakan dan sanksi terhadap pemerintah Myanmar, sering kali ada hambatan politik dan ekonomi yang menghambat intervensi yang efektif. Krisis ini menyoroti pentingnya tanggung jawab internasional dalam melindungi hak asasi manusia dan mencegah genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pengaruh Internasional dan Respon dari Komunitas Global

Krisis Rohingya telah mendapatkan perhatian dan respon yang signifikan dari komunitas internasional. Pengaruh internasional dan reaksi terhadap krisis ini mencakup berbagai aspek, mulai dari bantuan kemanusiaan hingga upaya diplomatik dan sanksi politik.

Organisasi-organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Eropa (UE), dan berbagai lembaga hak asasi manusia telah aktif terlibat dalam menanggapi krisis. PBB, melalui lembaga-lembaga seperti UNHCR, telah memainkan peran penting dalam mengoordinasikan upaya bantuan dan dukungan untuk pengungsi Rohingya di Bangladesh. Selain itu, Majelis Umum PBB dan Dewan Hak Asasi Manusia telah mengeluarkan resolusi yang mengecam tindakan pemerintah Myanmar dan menuntut penghentian kekerasan serta akses penuh bagi pekerja bantuan.

Negara-negara individu juga telah memberikan respon yang bervariasi. Beberapa, seperti Amerika Serikat dan anggota UE, telah memberlakukan sanksi terhadap individu dan entitas Myanmar yang dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia. Amerika Serikat, misalnya, telah memberlakukan sanksi terhadap pejabat militer Myanmar dan telah mengakui tindakan terhadap Rohingya sebagai pembersihan etnis.

Di sisi lain, negara-negara seperti China dan Rusia telah mengambil pendekatan yang lebih hati-hati, menekankan pentingnya dialog dan solusi yang dipimpin secara regional. China, sebagai contoh, telah mengajukan proposal untuk negosiasi antara Bangladesh dan Myanmar untuk mengatasi krisis pengungsi.

Pengadilan Internasional, seperti Mahkamah Kriminal Internasional (ICC), juga telah terlibat dalam upaya untuk menangani pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar. Pada November 2019, ICC menyetujui penyelidikan atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan terhadap Rohingya.

Selain itu, ada juga upaya-upaya yang dilakukan oleh organisasi non-pemerintah dan kelompok advokasi, yang berusaha untuk meningkatkan kesadaran publik tentang krisis ini dan mendorong tindakan internasional. Kampanye-kampanye ini sering kali berfokus pada pengumpulan dana untuk bantuan kemanusiaan dan advokasi bagi hak-hak pengungsi.

Respon internasional terhadap krisis Rohingya menyoroti kompleksitas politik dan etika dalam diplomasi global dan tanggung jawab bersama dalam mengatasi krisis kemanusiaan. Meski ada kemajuan, masih banyak yang harus dilakukan untuk mencari solusi yang berkelanjutan dan adil bagi komunitas Rohingya.

OhPedia Lainnya