HUBUNGAN antara Rusia dan Ukraina selama era Soviet merupakan bagian penting dari sejarah Eropa Timur. Dua negara tetangga ini, yang memiliki budaya dan sejarah yang serupa, mengalami berbagai perubahan politik dan sosial selama mereka berada di bawah naungan Uni Soviet.
Artikel ini akan menjelaskan bagaimana hubungan antara kedua negara ini berkembang pada era itu, dari pembentukan Uni Soviet dan penciptaan Republik Sosialis Soviet Ukraina, kelaparan besar di Ukraina tahun 1932-1933, posisi Ukraina selama Perang Dunia II, hingga penyerahan Krimea ke Ukraina tahun 1954
Pembentukan Uni Soviet
Uni Soviet terbentuk tahun 1922, setelah berakhirnya Perang Saudara Rusia. Sebelum pembentukannya, wilayah yang kini dikenal sebagai Rusia dan Ukraina merupakan bagian dari Kekaisaran Rusia, sebuah kekuatan besar yang memiliki pengaruh di Eropa Timur selama berabad-abad.
Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya
Revolusi Rusia tahun 1917 telah mengakhiri kekuasaan Tsar dan membawa Bolsheviki ke tampuk kekuasaan. Pemimpin revolusioner seperti Vladimir Lenin dan Joseph Stalin berupaya untuk menyatukan berbagai kelompok etnik dan wilayah di bawah ideologi komunis (Fitzpatrick, The Russian Revolution, 2008).
Sebagai bagian dari visi Lenin, keinginan untuk menciptakan negara federasi yang melibatkan berbagai kelompok etnik dan wilayah menjadi penting. Hal ini menghasilkan pembentukan Uni Republik Sosialis Soviet, yang kemudian dikenal sebagai Uni Soviet.
Dengan model federal ini, wilayah-wilayah seperti Rusia, Ukraina, Belarus, dan lainnya, memperoleh status sebagai republik-republik Soviet yang memiliki hak-hak tertentu dalam federasi tersebut (Suny, The Soviet Experiment, 1998).
Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme
Penciptaan Republik Sosialis Soviet Ukraina
Ukraina, dengan sejarah dan budayanya yang kaya, memiliki peran penting dalam struktur Uni Soviet. Setelah Revolusi Rusia, Ukraina mengalami periode ketidakstabilan dan pertempuran antara berbagai kelompok.
Namun, setelah perang saudara dan intervensi asing berakhir, Ukraina secara resmi menjadi bagian dari Uni Soviet pada tahun 1922 sebagai Republik Sosialis Soviet Ukraina (RSSU) (Magocsi, A History of Ukraine, 1996).
RSSU diberikan hak-hak otonomi tertentu di bawah konstitusi Uni Soviet. Bahasa Ukraina diakui sebagai bahasa resmi, dan upaya dibuat untuk mengembangkan budaya dan pendidikan dalam bahasa Ukraina.
Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya
Akan tetapi, Ukraina juga mengalami dampak dari kebijakan-kebijakan Stalin, seperti kolektivisasi pertanian yang mengakibatkan Holodomor, bencana kelaparan besar pada awal 1930-an yang menewaskan jutaan penduduk Ukraina (Applebaum, Red Famine, 2017).
Namun, meskipun mendapatkan status otonomi, kebijakan Moskwa tetap mendominasi RSSU. Dalam berbagai periode, terutama selama kebijakan "Rusifikasi" di era 1970-an dan 1980-an, ada upaya untuk mengurangi pengaruh budaya Ukraina.
Selama itu, Ukraina tetap menjadi bagian penting dari Uni Soviet dari segi ekonomi, militer, dan politik.
Holodomor: Kelaparan Besar di Ukraina tahun 1932-1933
Holodomor, yang bermakna "pembunuhan melalui kelaparan", merujuk pada salah satu tragedi terbesar dalam sejarah Ukraina. Pada periode 1932-1933, jutaan orang Ukraina meninggal karena kelaparan yang disengaja dan merupakan dampak dari kebijakan kolektivisasi yang diterapkan oleh Joseph Stalin dan pemerintahan Uni Soviet.
Tragedi itu bukan hanya bencana kelaparan biasa, melainkan sebuah kelaparan buatan manusia yang disebabkan oleh kebijakan-kebijakan brutal dari pemerintah Soviet (Applebaum, Red Famine, 2017).
Sebelum terjadinya Holodomor, pemerintah Soviet telah menerapkan kebijakan kolektivisasi pertanian yang bertujuan untuk mengendalikan produksi makanan dan mendistribusikannya ke seluruh Uni Soviet.
Namun, kebijakan ini dihadapi dengan perlawanan keras dari para petani Ukraina yang tidak ingin tanah dan hasil panennya dikontrol oleh negara. Sebagai tanggapan, Uni Soviet meningkatkan tekanan dengan menyita lebih banyak makanan dari Ukraina, menjualnya ke negara-negara lain untuk mendapatkan devisa, dan meninggalkan penduduk Ukraina tanpa makanan yang cukup (Conquest, The Harvest of Sorrow, 1986).
Pemerintah Soviet terus menyangkal adanya bencana kelaparan di Ukraina dan bahkan melarang pengiriman bantuan makanan. Penduduk yang mencoba melarikan diri untuk mencari makanan di tempat lain seringkali ditangkap atau ditembak.
Upaya penyembunyian fakta dan penyebaran propaganda oleh Uni Soviet mengakibatkan dunia luar kurang mengetahui tentang skala sebenarnya dari tragedi ini pada saat itu (Snyder, Bloodlands: Europe Between Hitler and Stalin, 2010).
Hingga saat ini, Holodomor tetap menjadi topik kontroversial. Banyak sejarawan dan pemerintah, termasuk Ukraina, menganggapnya sebagai genosida terhadap rakyat Ukraina. Namun, beberapa negara dan organisasi masih enggan menggunakan istilah tersebut.
Bagaimanapun, Holodomor tetap menjadi lambang dari penderitaan dan ketahanan rakyat Ukraina di bawah kekuasaan Uni Soviet.
Ukraina Selama Perang Dunia II
Selama Perang Dunia II, Ukraina menjadi medan pertempuran utama antara Nazi Jerman dan Uni Soviet, yang menjadikan wilayah ini sebagai salah satu daerah paling terdampak selama konflik tersebut. Lokasi geografis Ukraina yang strategis membuatnya menjadi fokus bagi kedua belah pihak dalam pertempuran yang brutal (Berger, The Nazi War Against Soviet Partisans, 1977).
Tahun 1941, Operasi Barbarossa dilancarkan oleh Nazi Jerman, yang merupakan invasi besar-besaran terhadap Uni Soviet. Dalam waktu singkat, tentara Jerman berhasil menaklukkan sebagian besar wilayah Ukraina.
Selama pendudukan Jerman, penduduk Ukraina mengalami penganiayaan, pembantaian massal, serta pemusnahan komunitas Yahudi melalui aksi Holocaust. Banyak dari warga Ukraina juga dieksploitasi sebagai tenaga kerja paksa untuk mendukung perang Jerman (Lower, Nazi Empire-Building and the Holocaust in Ukraine, 2005).
Namun, selain menjadi korban, banyak warga Ukraina yang memilih untuk berperang. Beberapa memilih untuk bergabung dengan Partisan Soviet, kelompok pemberontak yang melawan pendudukan Nazi. Ada juga yang, karena berbagai alasan—baik politik, nasionalistik, maupun antisemitisme—memilih untuk berkolaborasi dengan Jerman.
Keputusan ini seringkali didasarkan pada harapan bahwa kolaborasi akan membantu mewujudkan kemerdekaan Ukraina dari Soviet dan Jerman (Redlich, Together and Apart in Brzezany, 2002).
Ketika Uni Soviet memulai serangannya kembali dan mendesak pasukan Jerman keluar dari wilayah Timur, Ukraina menjadi medan pertempuran sengit yang dikenal sebagai "Front Timur".
Pertempuran besar seperti Pertempuran Kiev dan Pertempuran Korsun-Cherkassy berlangsung di tanah Ukraina. Pada tahun 1944, Uni Soviet berhasil merebut kembali kebanyakan wilayah Ukraina, tetapi harga yang harus dibayar adalah kerusakan besar dan kehilangan nyawa yang sangat banyak (Glantz, When Titans Clashed, 1995).
Kesimpulannya, Perang Dunia II meninggalkan bekas yang mendalam di Ukraina, baik dari segi demografis maupun psikologis. Perang ini tidak hanya mengubah peta geopolitik Ukraina, tetapi juga dinamika sosial dan identitas nasionalnya.
Khrushchev dan Penyerahan Krimea ke Ukraina pada Tahun 1954
Tahun 1954, dalam sebuah langkah yang kemudian menjadi sumber kontroversi geopolitik, Semenanjung Krimea dipindahkan dari Republik Sosialis Soviet Rusia ke Republik Sosialis Soviet Ukraina. Keputusan ini diambil pada era kepemimpinan Nikita Khrushchev, pemimpin Uni Soviet yang memerintah dari tahun 1953 hingga 1964.
Meskipun dalam lingkup Uni Soviet perpindahan tersebut tampak sekilas sebagai perubahan administratif internal, dampak historis dan politik dari keputusan tersebut tetap relevan hingga hari ini (Kotkin, Stalin: Waiting for Hitler, 1929-1941, 2017).
Krimea, dengan sejarah panjang yang kaya dan beragam, telah lama menjadi tempat strategis di Laut Hitam, dan telah dikuasai oleh berbagai kekuatan selama berabad-abad, termasuk oleh Tatar Krimea, Kekaisaran Ottoman, dan Kekaisaran Rusia.
Pada abad ke-20, terutama selama Perang Dunia II, Krimea menjadi saksi dari berbagai tragedi, termasuk pengusiran massal Tatar Krimea oleh rezim Stalin tahun 1944 (Conquest, The Nation Killers, 1970).
Penyerahan Krimea ke Ukraina oleh Khrushchev disebut-sebut dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Ada yang mengatakan bahwa itu adalah hadiah untuk merayakan 300 tahun persatuan antara Rusia dan Ukraina sejak Perjanjian Pereyaslav pada tahun 1654.
Namun, argumen lain menyebutkan alasan-alasan praktis, seperti keinginan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dan administrasi dengan menghubungkan Krimea yang geografisnya lebih dekat dengan Ukraina.
Ada juga spekulasi bahwa Khrushchev, yang memiliki hubungan dekat dengan Ukraina, mungkin memiliki alasan pribadi (Taubman, Khrushchev: The Man and His Era, 2003).
Namun demikian, saat itu perpindahan Krimea tidak dianggap signifikan karena baik Ukraina maupun Rusia tetap berada di bawah kekuasaan pusat Uni Soviet. Situasi berubah drastis dengan pembubaran Uni Soviet pada tahun 1991, ketika tatanan geopolitik regional berubah dan kedaulatan nasional menjadi pertimbangan utama.
Keputusan tahun 1954 kembali menjadi sorotan ketika Rusia mengambil alih Krimea tahun 2014, memicu krisis internasional dan pertanyaan mendalam tentang legitimasi dan kedaulatan wilayah.
Referensi:
- Fitzpatrick, Sheila. The Russian Revolution. Oxford University Press, 2008.
- Suny, Ronald Grigor. The Soviet Experiment. Oxford University Press, 1998.
- Magocsi, Paul Robert. A History of Ukraine. University of Toronto Press, 1996.
- Applebaum, Anne. Red Famine: Stalin's War on Ukraine. Doubleday, 2017.
- Conquest, Robert. The Harvest of Sorrow: Soviet Collectivization and the Terror-Famine. Oxford University Press, 1986.
- Snyder, Timothy. Bloodlands: Europe Between Hitler and Stalin. Basic Books, 2010.
- Berger, Ronald. The Nazi War Against Soviet Partisans, 1941-1944. Stein and Day, 1977.
- Lower, Wendy. Nazi Empire-Building and the Holocaust in Ukraine. University of North Carolina Press, 2005.
- Redlich, Shimon. Together and Apart in Brzezany: Poles, Jews, and Ukrainians, 1919-1945. Indiana University Press, 2002.
- Glantz, David M. When Titans Clashed: How the Red Army Stopped Hitler. University Press of Kansas, 1995.
- Kotkin, Stephen. Stalin: Waiting for Hitler, 1929-1941. Penguin Press, 2017.
- Conquest, Robert. The Nation Killers: The Soviet Deportation of Nationalities. Macmillan, 1970.
- Taubman, William. Khrushchev: The Man and His Era. W. W. Norton & Company, 2003.