Relevansi Kritik Karl Marx terhadap Kapitalisme untuk Dewasi Ini

31/08/2023, 15:02 WIB
Artikel dan Ilustrasi ini dibuat dengan bantuan artificial intelligence (AI). Dimohon untuk bijak memanfaatkan informasi. Jika Anda menemukan ada kesalahan informasi atau kesalahan konteks, silakan memberitahu kami ke feedbackohbegitu@gmail.com
Relevansi Kritik Karl Marx terhadap Kapitalisme untuk Dewasi Ini
Ilustrasi terkait alienasi pekerja
Table of contents
Editor: EGP

KRITIK Karl Marx terhadap kapitalisme memiliki relevansi yang mendalam, baik pada zamannya maupun dalam konteks kontemporer. Banyak dari ide-ide Marx yang masih beresonansi hingga hari ini, khususnya dalam era digital yang penuh dengan tantangan. Dari alienasi pekerja hingga konsentrasi kekayaan, dan bahkan krisis yang berulang serta komodifikasi, kritik Marx terhadap kapitalisme tetap relevan.

Alienasi Pekerja

Karl Marx menggunakan istilah "alienasi" untuk menggambarkan kondisi di mana pekerja merasa terasing dari hasil kerja mereka sendiri. Di dunia modern ini, rasanya mudah sekali untuk merasa "hilang" dalam rutinitas pekerjaan yang monoton. 

Teknologi telah mengubah banyak aspek pekerjaan, tetapi sering kali membuat pekerja merasa lebih sebagai alat daripada individu yang berharga. 

Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya

Menurut Marx, ini terjadi karena dalam kapitalisme, tujuan utama adalah profit, bukan kesejahteraan pekerja (Marx, Das Kapital, 1867).

Tidak hanya terasing dari hasil kerja, banyak pekerja juga merasa tidak memiliki kontrol atas apa yang mereka produksi. Bayangkan, Anda bekerja di perusahaan raksasa teknologi, tetapi tidak pernah benar-benar melihat dampak langsung dari apa yang Anda kerjakan.

Hal itulah yang disebut Marx sebagai alienasi dari proses produksi. Alih-alih memperkaya kehidupan, pekerjaan seakan menjadi beban.

Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme

Tantangan lainnya adalah kurangnya interaksi sosial yang nyata di tempat kerja, yang semakin memperburuk perasaan terasing. Pesatnya perkembangan teknologi informasi memang memungkinkan banyak pekerja untuk bekerja dari mana saja, tetapi ini juga berarti semakin sedikit interaksi sosial di tempat kerja.

Akibatnya, pekerja semakin teralienasi, tidak hanya dari hasil dan proses kerja mereka, tetapi juga dari komunitas pekerja lainnya.

Konsentrasi Kekayaan

Ketidakseimbangan ekonomi adalah satu fenomena yang terus menarik perhatian, dan Marx adalah salah satu orang pertama yang serius membahasnya. Marx berpendapat bahwa kapitalisme secara inheren mengarah pada konsentrasi kekayaan. 

Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya

Para kapitalis, atau mereka yang memiliki modal, akan semakin kaya, sementara kelas pekerja akan selalu mendapatkan bagian yang lebih kecil dari kue kekayaan.

Tidak perlu menjadi ahli ekonomi untuk melihat betapa tidak meratanya distribusi kekayaan di dunia sekarang. Menurut sebuah laporan oleh Oxfam, delapan orang terkaya di dunia memiliki kekayaan yang sama dengan separuh populasi dunia yang paling miskin. 

Ini bukan saja memengaruhi akses ke sumber daya, tetapi juga berdampak pada demokrasi, karena orang-orang kaya mempunyai pengaruh politik yang tidak sebanding dengan jumlahnya.

Kapitalisme modern semakin meningkatkan potensi ini melalui inovasi teknologi. Platform digital seperti Amazon dan Facebook menjadi 'gatekeeper' ekonomi digital, memonopoli pasar dan mengumpulkan kekayaan dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Sebagai hasilnya, konsentrasi kekayaan menjadi masalah yang semakin mendesak untuk dihadapi.

Krisis yang Berulang

Salah satu kritik Marx yang paling menonjol terhadap kapitalisme adalah siklus krisis yang tampaknya tak pernah berakhir. Marx berpendapat bahwa kapitalisme cenderung mengalami krisis overproduksi, di mana barang-barang diproduksi dalam jumlah yang melebihi permintaan. Hal ini mengakibatkan penurunan harga, pemutusan hubungan kerja, dan akhirnya resesi ekonomi.

Peristiwa-peristiwa ekonomi besar dalam sejarah modern, seperti Depresi Hebat tahun 1930-an dan Krisis Keuangan Global 2008, mengonfirmasi teori Marx. Kedua krisis tersebut dipicu oleh kelebihan produksi dalam sektor tertentu, yang kemudian menyebabkan keruntuhan ekonomi yang lebih luas.

Walaupun banyak reformasi telah dilakukan untuk menghindari krisis serupa di masa depan, namun kapitalisme masih rentan terhadap ketidakstabilan ekonomi yang serupa (Marx, Das Kapital, 1867).

Komodifikasi

Marx juga menyoroti proses "komodifikasi", di mana segala sesuatu — termasuk hubungan sosial dan aspek-aspek kehidupan manusia yang seharusnya bersifat pribadi dan tak ternilai — diubah menjadi barang yang dapat dijual dan dibeli. Ini adalah hasil dari penekanan kapitalisme pada profit dan pasar sebagai penentu nilai.

Dalam era digital saat ini, komodifikasi telah mencapai tingkat baru. Data pribadi, misalnya, telah menjadi komoditas yang sangat berharga. Aktivitas sehari-hari seperti berselancar di internet, berbelanja online, atau bahkan berinteraksi dengan teman melalui media sosial, semuanya menghasilkan data yang kemudian dijual dan digunakan untuk target pemasaran, penelitian, dan keperluan lainnya. Hal ini tidak hanya mengurangi privasi individu, tetapi juga mengubah relasi sosial menjadi transaksi komersial (Zuboff, The Age of Surveillance Capitalism, 2019).

Kelas dan Konflik

Salah satu inti pemikiran Marx adalah pertentangan antara dua kelas utama dalam masyarakat kapitalis: buruh dan kapitalis. Kelas buruh, yang menciptakan nilai melalui tenaga kerjanya, dan kelas kapitalis, yang memiliki alat produksi dan mengambil keuntungan dari surplus yang dihasilkan oleh pekerja.

Marx berpendapat bahwa kapitalisme secara inheren menimbulkan ketegangan antara kedua kelas ini. Kelas buruh berusaha untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi dan kondisi kerja yang lebih baik, sementara kelas kapitalis berupaya meminimalkan biaya dan memaksimalkan profit.

Konflik ini, menurut Marx, akan mencapai titik kritis, di mana kelas buruh akan bangkit melawan penindasan kapitalis dan menciptakan masyarakat yang berorientasi pada kebutuhan manusia, bukan keuntungan (Marx & Engels, Manifesto Komunis, 1848).

Dalam konteks modern, meskipun struktur kelas telah berkembang dan menjadi lebih kompleks, konflik antara kapital dan tenaga kerja tetap ada. Demonstrasi pekerja, protes terhadap ketidaksetaraan, dan tuntutan untuk hak-hak pekerja yang lebih adil adalah bukti dari ketegangan kelas yang masih berlangsung.

Kritik terhadap Konsumerisme

Marx juga menyoroti bagaimana kapitalisme mendorong konsumerisme yang berlebihan. Dalam usahanya untuk terus memperluas pasar dan meningkatkan penjualan, kapitalisme mendorong individu untuk terus membeli, bahkan di luar kebutuhan dasar mereka. Masyarakat diarahkan untuk mengidentifikasi kebahagiaan dan kesuksesan melalui konsumsi barang (Fromm, "Having or Being?", 1976).

Pada era digital saat ini, kritik Marx terhadap konsumerisme menjadi semakin relevan. Iklan online yang dirancang khusus untuk setiap individu memperkuat keinginan untuk konsumsi.

"Mode", "tren", dan "kebaruan" terus-menerus diperkenalkan, mendorong siklus belanja yang tak pernah berakhir. Lebih jauh lagi, konsumerisme telah mempengaruhi identitas pribadi, di mana nilai seseorang seringkali diukur dari apa yang mereka miliki, bukan apa yang mereka lakukan atau siapa mereka sebenarnya.

Penutup

Meskipun banyak kritik Marx terhadap kapitalisme yang masih relevan, penting untuk diingat bahwa banyak ide dan solusi yang diajukan Marx telah diperdebatkan dan dikritik. Misalnya, solusi Marx tentang pemberontakan proletariat dan pembentukan masyarakat komunis tanpa kelas telah menjadi kontroversial dan, dalam beberapa kasus, berdampak bencana ketika diterapkan dalam sejarah dunia nyata.

Namun, kritik Marx terhadap kapitalisme tetap menjadi sumber inspirasi bagi pemikiran kritis dan gerakan sosial di seluruh dunia. Banyak isu kontemporer, seperti kesenjangan kekayaan, hak pekerja, dan dampak lingkungan dari produksi kapitalis, dapat dianalisis melalui lensa Marxisme.

Referensi

Karl Marx, "Das Kapital," Verlag von Otto Meisner, 1867.
Oxfam, "An Economy for the 1%", Oxfam GB, 2017.
Shoshana Zuboff, "The Age of Surveillance Capitalism," PublicAffairs, 2019.
Karl Marx & Friedrich Engels, "Manifesto Komunis," Verlag von Otto Meisner, 1848.
Erich Fromm, "Having or Being?", Harper & Row, 1976.

OhPedia Lainnya