Apa Latar Belakang Perang Dunia Pertama

04/09/2023, 14:59 WIB
Artikel dan Ilustrasi ini dibuat dengan bantuan artificial intelligence (AI). Dimohon untuk bijak memanfaatkan informasi. Jika Anda menemukan ada kesalahan informasi atau kesalahan konteks, silakan memberitahu kami ke feedbackohbegitu@gmail.com
Apa Latar Belakang Perang Dunia Pertama
Perang Dunia I
Table of contents
Editor: EGP

EROPA pada awal abad ke-20 adalah sebuah bubuk mesiu yang siap meledak. Peta geopolitik kontinen itu dipenuhi dengan ketegangan, persaingan, dan ambisi. Setiap negara menatap tetangganya dengan rasa curiga, mempersiapkan diri untuk kemungkinan konflik. 

Perang Dunia Pertama, salah satu bencana terbesar dalam sejarah kemanusiaan, bukanlah peristiwa yang tiba-tiba muncul dari ketiadaan. Perang itu hasil dari serangkaian peristiwa, keputusan, dan kesalahan yang bertumpuk selama bertahun-tahun. Dari ambisi imperialistik dan nasionalisme yang membara hingga aliansi militer yang rumit dan krisis di Balkan, banyak faktor yang membawa dunia ke ambang kehancuran. 

Dalam ulasan ini, kita akan menyelami latar belakang dari konflik besar ini, memahami asal-usulnya, dan menyadari bagaimana keputusan dari beberapa generasi sebelumnya dapat memengaruhi takdir bangsa-bangsa di seluruh dunia.

Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya

Persaingan Kolonial dan Imperialisme

Sejak abad ke-19, Eropa telah menyaksikan pertumbuhan yang cepat dalam ekspansi kolonial dan imperial. Negara-negara besar seperti Inggris, Prancis, Jerman, dan Rusia bersaing ketat untuk memperluas wilayah mereka di seluruh dunia. Tujuannya? Sumber daya alam, pasar baru, dan tentu saja, kekuatan politik dan prestise (Hobsbawm, "The Age of Empire", 1987).

Perebutan koloni di Afrika dan Asia oleh kekuatan-kekuatan besar ini menciptakan ketegangan di antara mereka. Wilayah seperti Maroko dan Mesir menjadi titik panas persaingan di antara negara-negara besar Eropa

Bahkan, krisis di Maroko tahun 1905 dan 1911 memperlihatkan betapa mudahnya negara-negara ini dapat terjerumus ke dalam konflik bersenjata (Ferguson, "The War of the World", 2006).

Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme

Tambahan lagi, imperialisme ekonomi juga memainkan peran penting. Negara-negara ini ingin mengamankan sumber daya untuk industri mereka dan mencari pasar baru untuk produk mereka. Kekuatan Eropa yang saling bersaing ini menciptakan aliansi militer dan pertahanan yang kompleks, meningkatkan risiko konflik. 

Seiring waktu, ketegangan ini menumpuk dan menjadi salah satu faktor pendorong utama Perang Dunia Pertama.

Nasionalisme

Di sisi lain, nasionalisme, sebuah paham yang menekankan pada kebanggaan dan loyalitas terhadap bangsa atau negara sendiri, juga menjadi faktor penting yang memicu perang. 

Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya

Eropa pada masa itu dipenuhi dengan semangat nasionalisme yang menggebu-gebu. Setiap negara merasa superior dan ingin menunjukkan dominasinya di panggung dunia (Anderson, "Imagined Communities", 1983).

Negara-negara Balkan, misalnya, melihat gelombang nasionalisme yang kuat yang mendorong keinginan untuk kemerdekaan dari Kekaisaran Ottoman. Konflik di wilayah ini, seringkali disebut sebagai "Bubuk Kegiatan Balkan", menjadi percikan yang akhirnya menyulut perang (Clark, "The Sleepwalkers: How Europe Went to War in 1914", 2012).

Bukan hanya itu, nasionalisme juga mendorong negara-negara untuk memperluas militer mereka. Ada semacam "perlombaan senjata" di mana setiap negara berlomba untuk memiliki kekuatan militer yang paling kuat. Ini menciptakan suasana ketegangan dan persiapan untuk perang yang bisa pecah kapan saja.

Ketika Archduke Franz Ferdinand dari Austria-Hongaria dibunuh oleh nasionalis Serbia tahun 1914, nasionalisme yang membara di seluruh Eropa berperan besar dalam mempercepat pecahnya Perang Dunia Pertama

Insiden itu memicu rangkaian aliansi militer yang sebelumnya dibuat untuk mengaktifkan satu sama lain, memimpin ke dalam perang skala besar.

Aliansi Militer: Triple Entente dan Triple Alliance

Dalam dunia yang penuh dengan ketegangan geopolitik dan nasionalisme yang menggebu, aliansi militer menjadi elemen kunci dalam lanskap politik pra-Perang Dunia Pertama. Di awal abad ke-20, dua aliansi militer utama terbentuk: Triple Alliance dan Triple Entente.

Triple Alliance terdiri dari Jerman, Austria-Hongaria, dan Italia. Ini dibentuk sebagai respons terhadap ancaman yang dirasakan dari negara-negara lain di Eropa, khususnya Rusia dan Prancis. 

Meskipun Italia adalah anggota, kesetiaannya agak goyah, dan saat konflik pecah, Italia memilih untuk tetap netral sebelum akhirnya bergabung dengan Triple Entente pada 1915 (Fromkin, "Europe's Last Summer: Who Started the Great War in 1914?", 2004).

Sebaliknya, Triple Entente merupakan sebuah koalisi yang terdiri dari Prancis, Rusia, dan Inggris. Meskipun awalnya dibentuk sebagai respons terhadap pertumbuhan kekuasaan Jerman di Eropa, aliansi ini juga menjadi alat untuk mengimbangi kekuatan Triple Alliance. 

Dalam jaringan aliansi ini, setiap anggota setuju untuk mendukung satu sama lain dalam kasus serangan oleh kekuatan luar (MacMillan, "The War That Ended Peace: The Road to 1914", 2013).

Perlombaan Senjata dan Militerisasi

Perlombaan senjata adalah fenomena lain yang menciptakan atmosfer yang kritis di Eropa. Negara-negara besar menginvestasikan sejumlah besar sumber daya untuk memperkuat militer mereka, terutama karena adanya ketidakpastian dan rasa curiga yang muncul dari aliansi militer yang berseberangan.

Jerman dan Inggris, sebagai contoh, terlibat dalam perlombaan kapal tempur yang intens. Kedua negara berlomba-lomba membangun kapal perang yang lebih besar, lebih cepat, dan lebih kuat.

Hal itu menciptakan ketegangan yang signifikan di antara kedua negara, dengan masing-masing khawatir bahwa pihak lain akan mendominasi laut (Massie, "Dreadnought: Britain, Germany, and the Coming of the Great War", 1991).

Selain itu, militerisasi juga terjadi di darat. Jerman, sebagai bagian dari rencana Schlieffen, memfokuskan banyak sumber dayanya untuk membangun militer yang kuat dengan harapan untuk mengejutkan Prancis dan Rusia. 

Di sisi lain, Rusia dan Prancis juga meningkatkan investasi mereka dalam persenjataan dan pelatihan tentara. Peningkatan ini menciptakan siklus yang semakin meningkatkan ketegangan, dengan setiap negara mempersiapkan diri untuk perang yang tampaknya tak terhindarkan (Strachan, "The First World War: Volume I: To Arms", 2001).

Krisis Balkan

Salah satu daerah yang paling tidak stabil di Eropa menjelang Perang Dunia Pertama adalah Semenanjung Balkan. Terletak di antara Eropa Tengah dan Timur Tengah, Balkan adalah rumah bagi banyak bangsa, etnis, dan agama yang berbeda. 

Dalam beberapa dasawarsa sebelum perang, wilayah ini mengalami serangkaian krisis yang meningkatkan ketegangan di seluruh benua.

Sebagai latar belakang, Kekaisaran Ottoman yang pernah dominan mulai melemah dan mundur dari Eropa. Hal ini menciptakan kekosongan kekuasaan.  Banyak negara di Balkan lalu berusaha untuk mengisi kekosongan itu. 

Keinginan untuk merdeka dan ekspansi nasionalisme oleh negara-negara seperti Serbia, Bulgaria, dan Yunani mendorong mereka untuk memperluas wilayahnya, sering kali dengan konflik (Glenny, "The Balkans: Nationalism, War, and the Great Powers, 1804-2012", 2012).

Krisis Balkan pertama meletus pada 1912, ketika Liga Balkan, yang terdiri dari Serbia, Montenegro, Yunani, dan Bulgaria, berperang melawan Kekaisaran Ottoman. Tujuan mereka adalah untuk merebut wilayah yang masih dipegang oleh Ottoman di Eropa.

Meskipun berhasil mengalahkan Ottoman, aliansi internal Liga Balkan dengan cepat hancur karena ketidaksepakatan mengenai pembagian wilayah yang telah direbut (Hall, "The Balkan Wars 1912-1913", 2010).

Tidak lama setelah itu, pada 1913, Krisis Balkan kedua pecah, kali ini antara negara-negara Liga Balkan sendiri. Bulgaria menyerang sekutu-sekutunya dalam upaya untuk mendapatkan wilayah yang lebih besar. Namun, mereka dikalahkan oleh koalisi Serbia, Yunani, Rumania, dan Turki. 

Hasil dari kedua perang ini adalah peta Balkan yang digambar ulang, dengan Serbia menjadi kekuatan dominan di wilayah tersebut.

Namun, pertumbuhan Serbia dilihat sebagai ancaman oleh Austria-Hongaria, yang khawatir akan nasionalisme Serbia yang dapat memengaruhi populasi Slavia Selatan di dalam kekaisaran mereka. 

Ketika Archduke Franz Ferdinand dari Austria-Hongaria dibunuh oleh nasionalis Serbia pada Juni 1914 di Sarajevo, ketegangan yang sudah ada menjadi terlalu tinggi. Krisis ini, yang dipicu oleh kondisi Balkan yang bergejolak, membawa Eropa ke ambang Perang Dunia Pertama (Clark, "The Sleepwalkers: How Europe Went to War in 1914", 2012).

Penutup

Sebagai salah satu tragedi terdahsyat dalam sejarah, Perang Dunia Pertama membuktikan betapa pentingnya diplomasi, komunikasi, dan pemahaman antarbangsa. Melalui kerumitan latar belakang konflik ini, kita diajarkan bahwa ketegangan yang tidak diatasi dan kesalahpahaman dapat membawa dunia ke ambang kehancuran. 

Memori dari generasi yang terdahulu harus selalu menjadi pelajaran bagi kita untuk mencari jalan damai, menghargai keragaman, dan mencegah sejarah buruk untuk terulang kembali.

Referensi:

Hobsbawm, E. The Age of Empire. Pantheon Books. (1987).
Ferguson, N. The War of the World. Penguin Press. (2006).
Anderson, B. Imagined Communities. Verso. (1983).
Clark, C.  The Sleepwalkers: How Europe Went to War in 1914. HarperCollins. (2012).
Fromkin, D. Europe's Last Summer: Who Started the Great War in 1914?. Knopf. (2004).
MacMillan, M. The War That Ended Peace: The Road to 1914. Random House.  (2013).
Massie, R. K. Dreadnought: Britain, Germany, and the Coming of the Great War. Random House. (1991)
Strachan, H. The First World War: Volume I: To Arms. Oxford University Press. (2001). 
Glenny, M. The Balkans: Nationalism, War, and the Great Powers, 1804-2012. Viking. (2012)
Hall, R. C. The Balkan Wars 1912-1913. Routledge. (2010).

OhPedia Lainnya