PERANG Dunia Pertama atau yang kerap dikenal sebagai "The Great War" adalah konflik global yang terjadi antara 1914 hingga 1918. Perang ini melibatkan kekuatan-kekuatan besar dunia dan menciptakan efek domino yang menyedot banyak negara untuk terlibat.
Sejumlah front peperangan dibuka selama perang ini, dengan Front Barat dan Front Timur menjadi yang paling krusial.
Front Barat
Pertempuran di Somme
Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya
Salah satu pertempuran paling dahsyat yang terjadi pada Perang Dunia Pertama adalah Pertempuran Somme. Dimulai pada 1 Juli 1916, pertempuran ini melibatkan pasukan Inggris dan Prancis melawan Jerman di sungai Somme, bagian utara Prancis.
Sebagai salah satu pertempuran paling mematikan dalam sejarah, lebih dari satu juta prajurit tewas atau terluka.
Tujuan pertempuran itu adalah untuk mengalihkan perhatian Jerman dari pertempuran Verdun dan memberi kesempatan bagi sekutu untuk maju (Hew Strachan, The First World War, 2001).
Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme
Pertempuran Verdun berlangsung selama 10 bulan, dari Februari hingga Desember 1916. Ini adalah pertempuran terpanjang selama Perang Dunia Pertama.
Pertempuran itu terjadi ketika pasukan Jerman mencoba menghabisi pasukan Prancis di Verdun, tetapi akhirnya berakhir dengan kedua belah pihak mengalami kerugian besar. Total korban mencapai sekitar 700.000 prajurit dari kedua belah pihak (Alistair Horne, The Price of Glory: Verdun 1916, 1962).
Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya
Pertempuran Lainnya di Front Barat
Ada banyak pertempuran lain di Front Barat selain Somme dan Verdun. Pertempuran-pertempuran ini meliputi Pertempuran Ypres, Pertempuran Arras, dan Pertempuran Passchendaele. Setiap pertempuran memiliki karakteristik dan strategi tersendiri, tetapi semuanya menandai sifat brutal dan statis dari perang parit di Front Barat.
Front Timur
Pertempuran antara Rusia, Jerman, dan Austria-Hungaria
Front Timur menjadi saksi pertempuran antara Kekaisaran Rusia melawan Jerman dan Austria-Hungaria. Sifat perang di Front Timur berbeda dengan Front Barat; pertempuran lebih dinamis dengan garis front yang sering bergerak.
Salah satu pertempuran besar di front ini adalah Pertempuran Tannenberg pada 1914, di mana pasukan Jerman mengalahkan Rusia dengan strategi dan manuver cemerlang. Kejadian ini menjadi kerugian besar bagi Rusia di awal perang (Norman Stone, The Eastern Front 1914-1917, 1975).
Di sisi lain, Rusia juga menikmati beberapa kesuksesan melawan Austria-Hungaria. Misalnya, di Pertempuran Galicia, pasukan Rusia berhasil menaklukkan banyak wilayah Austria-Hungaria. Namun, karena kurangnya persediaan dan dukungan, kemenangan-kemenangan Rusia ini seringkali singkat.
Front Timur juga menjadi penting karena adanya Revolusi Rusia pada 1917. Setelah revolusi, Rusia menandatangani Traktat Brest-Litovsk dengan Jerman, secara resmi mengakhiri partisipasi Rusia dalam Perang Dunia Pertama.
Front Lainnya
Dardanelles (Pertempuran Gallipoli)
Front Dardanelles, terutama dikenal dengan Pertempuran Gallipoli, merupakan upaya Sekutu untuk mengendalikan selat Dardanelles dan membuka jalur ke Rusia. Dimulai pada April 1915, pasukan Inggris, Prancis, Australia, dan Selandia Baru berusaha mendarat di Semenanjung Gallipoli tetapi dihadang dengan sengit oleh pasukan Kesultanan Utsmaniyah.
Meski awalnya dianggap sebagai upaya yang menjanjikan, Pertempuran Gallipoli berakhir menjadi bencana bagi Sekutu dengan banyak korban jiwa dan akhirnya mereka mundur pada Desember 1915 (Tim Travers, Gallipoli 1915, 2001).
Italia
Front Italia, yang utamanya berlangsung di sepanjang Sungai Isonzo, melibatkan pertarungan sengit antara Italia dan Austria-Hungaria. Dari 1915 hingga 1917, telah terjadi dua belas pertempuran di Isonzo. Meskipun Italia berhasil memenangkan beberapa pertempuran, kondisi alam pegunungan dan kekurangan logistik sering menghambat kemajuan mereka (Mark Thompson, The White War: Life and Death on the Italian Front 1915-1919, 2008).
Timur Tengah
Di Timur Tengah, pasukan Inggris dan Kekaisaran Utsmaniyah saling berhadapan di berbagai front, termasuk di Mesopotamia, Palestina, dan Arabia.
Salah satu momen penting adalah Pemberontakan Arab (1916-1918) di bawah pimpinan Lawrence dari Arabia, yang berhasil mengguncang kendali Utsmaniyah di kawasan tersebut (Scott Anderson, Lawrence in Arabia, 2013).
Strategi dan Taktik yang Dipakai
Perang Parit
Perang parit menjadi ciri khas Front Barat, di mana kedua belah pihak menggali jaringan parit yang panjang dan rumit untuk melindungi diri dari serangan musuh.
Lingkungan ini menciptakan perang yang statis, dengan sedikit kemajuan dari kedua belah pihak. Kondisi parit seringkali memprihatinkan, dengan banjir, lumpur, dan penyakit menjadi masalah sehari-hari bagi prajurit (Tony Ashworth, Trench Warfare 1914-1918: The Live and Let Live System, 2000).
Perang Kimia
Penggunaan gas kimia dimulai oleh Jerman di Ypres pada 1915. Senjata ini memiliki dampak psikologis yang mendalam dan bisa menyebabkan korban dalam jumlah besar.
Gas klorin dan gas mustard adalah yang paling sering digunakan. Meski awalnya efektif, pihak Sekutu segera mengembangkan masker gas sebagai proteksi, mengurangi efektivitas serangan kimia (Jonathan B. Tucker, War of Nerves: Chemical Warfare from World War I to Al-Qaeda, 2006).
Referensi:
Hew Strachan, The First World War, Oxford University Press, 2001.
Alistair Horne, The Price of Glory: Verdun 1916, Penguin Books, 1962.
Norman Stone, The Eastern Front 1914-1917, Hodder & Stoughton, 1975.
Tim Travers, Gallipoli 1915, Tempus, 2001.
Mark Thompson, The White War: Life and Death on the Italian Front 1915-1919, Basic Books, 2008.
Scott Anderson, Lawrence in Arabia, Anchor Books, 2013.
Tony Ashworth, Trench Warfare 1914-1918: The Live and Let Live System, Pen & Sword Military, 2000.
Jonathan B. Tucker, War of Nerves: Chemical Warfare from World War I to Al-Qaeda, Pantheon, 2006.