Bagaimana Perang Dunia II Berlangsung di Eropa

15/09/2023, 09:36 WIB
Artikel dan Ilustrasi ini dibuat dengan bantuan artificial intelligence (AI). Dimohon untuk bijak memanfaatkan informasi. Jika Anda menemukan ada kesalahan informasi atau kesalahan konteks, silakan memberitahu kami ke feedbackohbegitu@gmail.com
Bagaimana Perang Dunia II Berlangsung di Eropa
Ilustrasi Perang Dunia II
Table of contents
Editor: EGP

PERANG Dunia II melibatkan sebagian besar bangsa di seluruh dunia, termasuk semua kekuatan besar, yang akhirnya membentuk dua aliansi militer yang saling berlawanan: Sekutu dan Poros. Eropa menjadi salah satu panggung paling vital dalam konflik ini, dengan banyak aksi militer dan manuver strategis terjadi di benua itu. Seperti apa Perang Dunia II berlangsung di medan Eropa?  Artikel ini akan menggambarkan hal itu. 

Awal Mula Perang di Eropa (1939-1940)

Pada 1 September 1939, Jerman di bawah kepemimpinan Adolf Hitler menyerbu Polandia, menandai awal dari Perang Dunia II di Eropa. Respon cepat datang dari Britania Raya dan Prancis, yang mendeklarasikan perang terhadap Jerman pada 3 September.

Namun, serangan pertama mereka terhadap Jerman tidak terlalu efektif, memberi ruang bagi Jerman untuk mengonsolidasikan kekuasaannya di Polandia (John Keegan, The Second World War, 1990, hlm. 35-38).

Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya

Dikenal sebagai "Perang Pura-Pura" atau "Sitzkrieg", periode setelah pendudukan Polandia hingga invasi Jerman ke Prancis pada Mei 1940 ditandai dengan sedikit pertempuran besar di Front Barat.

Prancis bersiap-siap dengan pertahanannya di Garis Maginot, sementara Britania berfokus pada penguatan Angkatan Darat Ekspedisi Britania (Ian Kershaw, Fateful Choices, 2007, hlm. 49-52).

Namun, tindakan militer yang lebih besar sedang berlangsung di utara Eropa. Pada April 1940, Jerman melancarkan invasi ke Denmark dan Norwegia. Langkah ini diambil untuk mengamankan jalur pengiriman bijih besi dan menghalangi intervensi Sekutu di Skandinavia (William L. Shirer, The Rise and Fall of the Third Reich, 1960, hlm. 587-592).

Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme

Ekspansi Jerman dan Pembentukan Poros (1940-1941)

Pada Mei 1940, Jerman memulai invasi ke Prancis, menghindari Garis Maginot dengan menyerang melalui Hutan Ardennes, sebuah langkah yang tidak diduga oleh Sekutu. Dalam waktu enam minggu, Jerman berhasil menduduki sebagian besar Prancis, memaksa pemerintah Prancis menandatangani gencatan senjata (Stephen E. Ambrose, Band of Brothers, 1992, hlm. 21-24).

Dengan Prancis di bawah kendali, Jerman memperluas pengaruhnya ke selatan dan tenggara Eropa. Italia, yang dipimpin Benito Mussolini, telah bergabung dengan Jerman sebagai sekutu sebelumnya. Bersama-sama, kedua negara ini mendirikan aliansi "Poros", yang kemudian diperkuat dengan bergabungnya Jepang. 

Pembentukan Poros itu menandai pemusatan kekuasaan militer yang semakin meningkat di Eropa dan Asia (Richard Overy, Why the Allies Won, 1995, hlm. 40-42).

Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya

Meskipun Jerman berhasil dalam kampanyenya di Eropa Barat, mereka menghadapi tantangan di Britania. Operasi Sea Lion, rencana invasi Jerman ke Britania, ditunda karena Luftwaffe (angkatan udara Jerman) tidak dapat mendominasi Royal Air Force (RAF) Britania dalam pertempuran yang dikenal sebagai Pertempuran Britania (James Holland, The Battle of Britain, 2010, hlm. 188-191).

Dalam taktik perluasan kekuasaannya, Jerman juga melirik ke timur, merencanakan serangan ke Uni Soviet. Namun, invasi ini akan menjadi langkah besar berikutnya dalam perang Eropa, dan menandai babak baru dalam konflik global ini.

Operasi Barbarossa (1941)

Pada 22 Juni 1941, Jerman melancarkan Operasi Barbarossa, invasi skala besar ke Uni Soviet. Ini adalah serangan militer terbesar dalam sejarah dalam hal pasukan dan korban (David Glantz, Barbarossa: Hitler's Invasion of Russia 1941, 2001, hlm. 25-28). 

Tujuan utama Hitler adalah penaklukan wilayah Soviet dan penggunaan sumber daya alamnya untuk keperluan perang Jerman, serta ideologis untuk menghancurkan komunisme (Richard J. Evans, The Third Reich at War, 2008, hlm. 102-105).

Namun, meskipun awalnya mendapatkan kesuksesan, kampanye ini alami kesulitan. Tentara Jerman menghadapi perlawanan sengit dari pasukan Soviet, cuaca musim dingin yang ekstrem, dan jarak yang sangat jauh antara basis-basis pasokan mereka (John Keegan, The Second World War, 1990, hlm. 165-168). Akhir tahun menandai dimulainya perlawanan Soviet yang efektif dan kegagalan Jerman untuk merebut ibukota Soviet, Moskwa.

Kebangkitan Sekutu dan Titik Balik (1942-1943)

Tahun 1942 menandai momen penting dalam Perang Dunia II di Eropa. Di Front Timur, pertempuran Stalingrad antara Jerman dan Uni Soviet dimulai pada Agustus 1942 dan berlangsung hingga Februari 1943.

Pertempuran ini menjadi salah satu pertempuran paling mematikan dalam sejarah dan titik balik perang di Front Timur (Antony Beevor, Stalingrad: The Fateful Siege, 1998, hlm. 201-206).

Di Afrika Utara, pasukan Jerman dan Italia di bawah komando Jenderal Erwin Rommel berhadapan dengan pasukan Sekutu yang terdiri dari Britania Raya, Amerika Serikat, dan pasukan lainnya. Pertempuran El Alamein pada Oktober 1942 menandai kekalahan besar bagi Poros di Afrika dan dimulainya mundurnya mereka dari benua itu (Niall Barr, Pendulum of War: Three Battles at El Alamein, 2005, hlm. 120-125).

Sementara itu, pada Mei 1943, setelah serangkaian pertempuran sengit di Tunisia, pasukan Poros akhirnya menyerah kepada Sekutu, memberikan kemenangan strategis penting kepada Sekutu di Afrika Utara.

Dengan keberhasilan ini, Sekutu dapat mempersiapkan invasi ke Italia dan membuka Front Barat di Eropa (Rick Atkinson, An Army at Dawn, 2002, hlm. 250-254).

Pertempuran-pertempuran ini, baik di Afrika maupun di Front Timur, menandai awal dari perubahan momentum perang ke arah Sekutu dan dimulainya pengepungan terhadap Poros di Eropa.

Sekutu Menyerbu (1944-1945)

Pada tahun 1944, Sekutu mulai mengeksekusi rencana invasi ke Eropa yang telah lama dinantikan. Hal ini dimulai dengan Operasi Overlord pada 6 Juni 1944, yang lebih dikenal sebagai "Hari D". Sekutu mendarat di Normandia, Prancis, dalam salah satu operasi amfibi terbesar dalam sejarah.

Serangan itu berhasil memecah pertahanan Jerman di Prancis dan membuka jalan menuju Jerman (Stephen E. Ambrose, D-Day, June 6, 1944: The Climactic Battle of World War II, 1994, hlm. 292-298).

Sementara itu, di Front Timur, pasukan Soviet melancarkan serangkaian ofensif besar-besaran melawan tentara Jerman, memaksa mereka mundur ke wilayah Jerman sendiri. Kemajuan Soviet sangat cepat, dengan merebut kota-kota penting dan mengepung Berlin pada awal 1945 (David M. Glantz, When Titans Clashed: How the Red Army Stopped Hitler, 1995, hlm. 212-216).

Akhir Perang Eropa (1945)

Pada tahun 1945, kejatuhan Jerman sudah tampak jelas. Dari barat, pasukan Amerika dan Britania melaju cepat ke dalam wilayah Jerman, sementara dari timur, tentara Soviet memulai Pertempuran Berlin, pengepungan sengit yang berlangsung selama dua minggu di ibukota Jerman (Antony Beevor, The Fall of Berlin 1945, 2002, hlm. 251-255).

Pada 30 April, Adolf Hitler bunuh diri, dan tentara Soviet merebut Reichstag, gedung parlemen Jerman, tak lama setelahnya. Pada 7 Mei 1945, Jerman menandatangani instrumen penyerahan tanpa syarat di Reims, Prancis.

Keesokan harinya, 8 Mei, dikenal sebagai Hari Kemenangan di Eropa (VE Day), menandai akhir resmi dari pertempuran di Eropa (Ian Kershaw, The End: The Defiance and Destruction of Hitler's Germany, 1944-1945, 2011, hlm. 570-574).

Setelah berakhirnya pertempuran, Eropa memasuki periode pemulihan dan pembangunan kembali. Zona-zona pendudukan didirikan di Jerman oleh Sekutu, sementara Konferensi Yalta dan Potsdam membentuk kerangka kerja untuk tatanan pasca-perang Eropa.

OhPedia Lainnya