Dampak Neoliberalisme pada Aspek Ekonomi, Politik, dan Sosial

15/09/2023, 16:57 WIB
Artikel dan Ilustrasi ini dibuat dengan bantuan artificial intelligence (AI). Dimohon untuk bijak memanfaatkan informasi. Jika Anda menemukan ada kesalahan informasi atau kesalahan konteks, silakan memberitahu kami ke feedbackohbegitu@gmail.com
Dampak Neoliberalisme pada Aspek Ekonomi, Politik, dan Sosial
neoliberalisme
Table of contents
Editor: EGP

NEOLIBERALISME, yang memiliki akar pada pemikiran liberal klasik, menekankan pada kebebasan pasar dan peran terbatas pemerintah dalam ekonomi. Meskipun ada banyak pendukung yang berpendapat bahwa neoliberalisme mendorong pertumbuhan ekonomi dan kebebasan individu, ada pula kritik yang menunjukkan dampak negatif dari pendekatan ini terhadap berbagai aspek masyarakat. 

Dalam artikel ini, kita akan mengeksplor dampak-dampak tersebut dalam tiga aspek utama: ekonomi, politik, dan sosial.

Dampak Ekonomi

Pertama, pertumbuhan ekonomi dan kapitalisasi. Penganut neoliberalisme berargumen bahwa dengan adanya deregulasi dan liberalisasi pasar, akan ada aliran investasi dan perdagangan yang lebih besar.

Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya

Hal ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Negara-negara yang menerapkan prinsip-prinsip neoliberal seperti Cile dan Korea Selatan telah melihat lonjakan pertumbuhan ekonomi mereka (David Harvey, A Brief History of Neoliberalism, 2005, hal. 70-73).

Kedua, ketidaksetaraan pendapatan. Meski pertumbuhan ekonomi bisa meningkat, neoliberalisme juga dikaitkan dengan peningkatan ketidaksetaraan pendapatan.

Deregulasi dan privatisasi seringkali menguntungkan pemilik modal dan korporasi besar, sementara pekerja dengan pendapatan rendah mungkin tidak merasakan manfaat yang sama (Joseph E. Stiglitz, The Price of Inequality, 2012, hal. 92-95).

Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme

Ketiga, hilangnya hak pekerja. Di era neoliberalisme, banyak negara mengurangi hak-hak pekerja dalam upaya untuk meningkatkan daya saing global. Ini menciptakan kondisi di mana pekerja seringkali tidak memiliki keamanan pekerjaan dan manfaat yang layak, yang memperburuk ketidaksetaraan (Naomi Klein, The Shock Doctrine, 2007, hal. 267-270).

Keempat, krisis ekonomi dan ketidakstabilan. Neoliberalisme dikritik karena berkontribusi pada krisis ekonomi global, seperti krisis keuangan 2008. Deregulasi pasar keuangan, misalnya, seringkali menciptakan lingkungan di mana spekulasi berlebihan dan pinjaman berisiko tinggi menjadi norma, yang pada akhirnya dapat memicu krisis (Martin Wolf, The Shifts and the Shocks, 2014, hal. 150-153).

Jadi, meskipun neoliberalisme membawa janji pertumbuhan ekonomi, dampaknya pada struktur ekonomi global lebih kompleks. Untuk beberapa negara, pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai dengan ketidaksetaraan yang juga meningkat. Sementara bagi yang lain, manfaat dari neoliberalisme mungkin dirasakan tidak merata.

Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya

Dampak Politik

Pertama, pengurangan peran negara. Neoliberalisme mendorong negara untuk mengambil peran yang lebih minimalis dalam ekonomi, yang berarti pemerintah diharapkan untuk menarik diri dari banyak sektor yang sebelumnya diatur atau dijalankan oleh negara. Ini telah mengubah cara pemerintah berfungsi dan berinteraksi dengan warganya (Wendy Brown, Undoing the Demos: Neoliberalism’s Stealth Revolution, 2015, hal. 68-72).

Kedua, meningkatnya kekuasaan korporasi. Dengan deregulasi dan privatisasi, perusahaan besar dan korporasi multinasional seringkali mendapatkan keuntungan lebih besar dan memiliki pengaruh yang lebih signifikan dalam pembuatan kebijakan. Hal ini memungkinkan kepentingan bisnis untuk memiliki suara yang lebih besar dalam politik daripada sebelumnya (Robert W. McChesney, Rich Media, Poor Democracy, 1999, hal. 112-116).

Ketiga, demokrasi pasar. Ada argumen bahwa neoliberalisme menciptakan apa yang disebut "demokrasi pasar", di mana keputusan politik lebih dipengaruhi oleh pasar daripada oleh partisipasi warga. Ini bisa berdampak pada bagaimana kebijakan dibuat dan siapa yang mendapatkan manfaat dari kebijakan tersebut (Colin Crouch, Post-Democracy, 2004, hal. 50-54).

Keempat, ketidakstabilan sosial dan politik. Karena ketidaksetaraan yang meningkat dan hilangnya perlindungan sosial, neoliberalisme dapat menyebabkan ketegangan sosial dan politik. Demonstrasi dan protes seringkali terjadi sebagai respons terhadap kebijakan neoliberal yang tidak populer (Naomi Klein, The Shock Doctrine, 2007, hal. 275-280).

Mengingat dampak politiknya, jelas bahwa neoliberalisme bukan hanya soal ekonomi. Gerakan ini telah mempengaruhi bagaimana negara berfungsi, siapa yang memiliki kekuasaan, dan bagaimana keputusan politik dibuat.

Dampak Sosial

Pertama, erosi jaring pengaman sosial. Sebagai bagian dari penekanan pada efisiensi dan pengurangan peran pemerintah, banyak program perlindungan sosial telah dikurangi atau dihapus. Ini meninggalkan banyak individu tanpa jaring pengaman yang dulu ada untuk membantu mereka saat mengalami kesulitan (Philip Mirowski, Never Let a Serious Crisis Go to Waste, 2013, hal. 155-158).

Kedua, meningkatnya individualisme. Neoliberalisme menekankan tanggung jawab individu atas kesejahteraan mereka sendiri, yang dapat mengurangi rasa solidaritas sosial dan rasa tanggung jawab bersama. Ini mendorong budaya kompetitif di mana individu diharapkan untuk 'berjuang' demi diri mereka sendiri (Zygmunt Bauman, Liquid Modernity, 2000, hal. 89-93).

Ketiga, pendidikan sebagai komoditas. Dengan semakin banyaknya institusi pendidikan yang berorientasi pada pasar, pendidikan seringkali dilihat sebagai investasi pribadi daripada sebagai hak publik. Ini bisa mempengaruhi akses dan kualitas pendidikan yang diterima oleh individu (Henry A. Giroux, Neoliberalism's War on Higher Education, 2014, p. 60-65).

Keempat, alienasi dan ketidakpuasan. Sebagai akibat dari ketidaksetaraan yang meningkat dan tekanan untuk berkinerja dalam masyarakat yang berorientasi pasar, banyak individu merasa teralienasi atau tidak puas dengan keadaan mereka. Ini bisa berkontribusi pada masalah kesejahteraan mental dan ketidakstabilan sosial (Mark Fisher, Capitalist Realism, 2009, hal. 20-24).

Mengingat dampak sosialnya, neoliberalisme memiliki konsekuensi mendalam bagi cara individu berinteraksi dengan satu sama lain dan bagaimana mereka melihat peran mereka dalam masyarakat.

Referensi:

David Harvey, A Brief History of Neoliberalism, Oxford University Press, 2005.
Joseph E. Stiglitz, The Price of Inequality, W. W. Norton & Company, 2012.
Naomi Klein, The Shock Doctrine, Picador, 2007.
Martin Wolf, The Shifts and the Shocks, Penguin Books, 2014.
Wendy Brown, Undoing the Demos: Neoliberalism’s Stealth Revolution, Zone Books, 2015.
Robert W. McChesney, Rich Media, Poor Democracy, University of Illinois Press, 1999.
Colin Crouch, Post-Democracy, Polity Press, 2004.
Philip Mirowski, Never Let a Serious Crisis Go to Waste, Verso, 2013.
Zygmunt Bauman, Liquid Modernity, Polity Press, 2000.
Henry A. Giroux, Neoliberalism's War on Higher Education, Haymarket Books, 2014.
Mark Fisher, Capitalist Realism, Zero Books, 2009.

OhPedia Lainnya