Demokrasi: Definisi, Asal-usul dan Sejarahnya

18/09/2023, 17:07 WIB
Artikel dan Ilustrasi ini dibuat dengan bantuan artificial intelligence (AI). Dimohon untuk bijak memanfaatkan informasi. Jika Anda menemukan ada kesalahan informasi atau kesalahan konteks, silakan memberitahu kami ke feedbackohbegitu@gmail.com
Demokrasi: Definisi, Asal-usul dan Sejarahnya
Ilustrasi demokrasi
Table of contents
Editor: EGP

DEMOKRASI berasal dari kata Yunani "demos" yang berarti "rakyat" dan "kratos" yang berarti "kekuasaan". Dengan demikian, demokrasi dapat diartikan sebagai sistem pemerintahan di mana kekuasaan berada di tangan rakyat. 

Di dalam demokrasi, rakyat memiliki hak untuk memilih pemimpinnya dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.

Itu berarti bahwa di negara demokratis, rakyat mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui perwakilan. Tidak hanya itu, demokrasi juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan individu.  (Robert Dahl, "Democracy and its Critics", 1989, hlm. 85).

Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya

Selain kebebasan berpendapat, demokrasi juga memfasilitasi kebebasan pers, kebebasan beragama, dan kebebasan berkumpul (Samuel Huntington, "The Third Wave: Democratization in the Late Twentieth Century", 1991, hlm. 12).

Ada berbagai bentuk dan model demokrasi, mulai dari demokrasi langsung, di mana warga negara berpartisipasi langsung dalam proses pengambilan keputusan, hingga demokrasi perwakilan, di mana warga memilih perwakilan untuk membuat keputusan atas nama mereka.

Dalam demokrasi perwakilan, biasanya ada sistem checks and balances yang dirancang untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Ini penting agar kekuasaan tetap terdistribusi dan tidak terpusat pada satu pihak saja (James Madison, "The Federalist Papers", 1787, hlm. 51).

Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme

Kemudian ada juga konsep "demokrasi liberal", yang menggabungkan prinsip demokrasi dengan prinsip liberalisme. Di sini, selain hak untuk berpartisipasi dalam proses politik, ada juga perlindungan terhadap hak-hak individu dari intervensi pemerintah dan pihak lain.

Ide itu berkembang pesat di negara-negara Barat dan sering dianggap sebagai "standar emas" demokrasi oleh banyak pakar (Fareed Zakaria, "The Future of Freedom: Illiberal Democracy at Home and Abroad", 2003, hlm. 17).

Secara keseluruhan, demokrasi adalah sistem yang kompleks dan dinamis, yang terus berkembang sejalan dengan perubahan sosial, budaya, dan teknologi. Meskipun ada banyak tantangan dan kritik terhadap demokrasi, seperti potensi untuk polarisasi dan disinformasi, banyak yang percaya bahwa demokrasi masih merupakan sistem pemerintahan yang paling mampu menghargai martabat dan kebebasan individu.

Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya

Sejarah Demokrasi

Demokrasi memiliki sejarah panjang. Walaupun banyak yang menganggap demokrasi sebagai fenomena modern, sebenarnya ide tentang pemerintahan rakyat telah ada sejak zaman kuno.  Sejarah demokrasi telah diwarnai dengan berbagai evolusi ide dan praktik yang mengakomodasi konteks sosial, budaya, dan politik di berbagai wilayah dunia.

Athena Kuno: Cikal Bakal Demokrasi

Demokrasi pertama kali muncul di Athena, Yunani Kuno, sekitar abad ke-5 SM. Di bawah kepemimpinan Cleisthenes, Athena memperkenalkan bentuk pemerintahan yang melibatkan warganya dalam pengambilan keputusan.

Meskipun demokrasi Athena masih terbatas—hanya pria bebas yang bisa berpartisipasi—konsep ini menggantikan oligarki yang mendominasi sebelumnya. Ini menjadi salah satu bentuk awal pemerintahan yang memberi warganya kesempatan untuk berbicara dan ikut serta dalam urusan publik (Josiah Ober, "Mass and Elite in Democratic Athens", 1989, hlm. 28).

Republik Romawi: Eksperimen Demokrasi lainnya

Meskipun demokrasi biasanya dikaitkan dengan Athena, Republik Romawi juga memiliki bentuk pemerintahan yang menyerupai demokrasi. Warga Romawi memilih perwakilan untuk Senat, yang kemudian mengambil keputusan atas nama mereka.

Namun, seperti di Athena, partisipasi dalam pemerintahan Romawi juga sangat terbatas dan hanya mencakup sebagian kecil populasi (Fergus Millar, "The Crowd in Rome in the Late Republic", 1998, hlm. 61).

Renaissance dan Revolusi: Pembaruan Ide Demokrasi

Di masa Renaissance di Eropa, kembali muncul minat terhadap ide-ide demokrasi klasik. Dengan semangat humanisme, pemikiran mengenai hak asasi manusia dan kedaulatan rakyat mulai didebatkan.

Kemudian, Revolusi Amerika (1776) dan Revolusi Prancis (1789) membawa perubahan besar dengan menuntut bentuk pemerintahan yang lebih inklusif dan representatif. Kedua revolusi ini menandai awal dari penyebaran ide demokrasi dalam konteks modern (Robert R. Palmer, "The Age of the Democratic Revolution", 1959, hlm. 72).

Abad 20: Globalisasi Demokrasi

Abad ke-20 menandai penyebaran demokrasi ke seluruh dunia, terutama setelah berakhirnya Perang Dunia II dan runtuhnya Tembok Berlin. Banyak negara di Amerika Latin, Afrika, dan Asia memulai transisi menuju demokrasi.

Meskipun demikian, demokrasi di berbagai negara ini menghadapi tantangan, mulai dari ancaman kudeta militer hingga masalah korupsi dan ketidakstabilan politik (Samuel P. Huntington, "The Third Wave: Democratization in the Late Twentieth Century", 1991, hlm. 14).

Dari asal mula di Athena hingga penyebarannya di seluruh dunia, demokrasi telah mengalami berbagai transformasi. Melalui pasang surut sejarah, prinsip dasar demokrasi—kekuasaan di tangan rakyat—tetap bertahan dan relevan hingga kini.

OhPedia Lainnya