Kelemahan Kapitalisme: Ketidaksetaraan Ekonomi hingga Pengabaian Kebutuhan Publik

04/08/2023, 12:35 WIB
Artikel dan Ilustrasi ini dibuat dengan bantuan artificial intelligence (AI). Dimohon untuk bijak memanfaatkan informasi. Jika Anda menemukan ada kesalahan informasi atau kesalahan konteks, silakan memberitahu kami ke feedbackohbegitu@gmail.com
Kelemahan Kapitalisme: Ketidaksetaraan Ekonomi hingga Pengabaian Kebutuhan Publik
Ilustrasi sistem ekonomi kapitalisme
Table of contents
Editor: EGP

KAPITALISME adalah sistem ekonomi dan sosial yang berfokus pada kepemilikan swasta terhadap sarana produksi dan operasional. Dalam sistem ini, individu dan perusahaan memiliki hak untuk menghasilkan kekayaan, sumber daya, dan barang-barang konsumsi. 

Keuntungan dan distribusi barang-barang ini ditentukan oleh mekanisme pasar bebas di mana hukum permintaan dan penawaran berlaku. Dengan kata lain, harga barang dan jasa ditentukan oleh pasar, bukan oleh pemerintah (Smith, A. 1776. "The Wealth of Nations").

Sejumlah orang berpendapat, kapitalisme mampu mendorong inovasi dan efisiensi ekonomi. Dalam persaingan pasar bebas, perusahaan harus berinovasi dan memperbaiki produk serta layanan mereka untuk bertahan. Oleh karena itu, kapitalisme dianggap dapat menciptakan pertumbuhan dan kemajuan yang signifikan dalam masyarakat (Schumpeter, J.A. 1942. "Capitalism, Socialism and Democracy").

Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya

Namun di balik keunggulan ekonominya, kapitalisme juga seringkali dipandang kritis. Banyak orang berpendapat, kapitalisme cenderung menciptakan kesenjangan ekonomi dan sosial yang besar, memperkaya segelintir orang sementara banyak yang masih hidup dalam kemiskinan.

Ini terjadi karena kapitalisme mendorong akumulasi kekayaan dan keuntungan secara berlebihan, dan seringkali mengabaikan pertimbangan sosial dan etis (Piketty, T. 2014. "Capital in the Twenty-First Century").

Tulisan ini menguraikan lebih jauh sejumlah kelemahan kapitalisme itu, yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan. 

Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme

Ketidaksetaraan Ekonomi

Ketidaksetaraan ekonomi merupakan salah satu kelemahan utama kapitalisme. Dalam sistem ini, harta dan pendapatan cenderung terkonsentrasi di tangan sekelompok kecil individu atau korporasi.

Seperti yang dijelaskan oleh Thomas Piketty dalam bukunya "Capital in the Twenty-First Century" (2013), kapitalisme secara inheren mendorong akumulasi kekayaan dan pendapatan yang tidak merata. Ini dapat menciptakan jurang sosial yang dalam dan memengaruhi stabilitas masyarakat.

Selain itu, sistem kapitalis cenderung menciptakan lingkaran setan ketidaksetaraan. Mereka yang telah memiliki kekayaan dapat menginvestasikan kekayaan tersebut untuk mendapatkan lebih banyak lagi, sedangkan mereka yang kurang beruntung sering kali terjebak dalam kemiskinan struktural.

Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya

Ketidaksetaraan itu  juga bisa menimbulkan diskriminasi sosial dan merusak solidaritas antar anggota masyarakat, seperti yang ditunjukkan oleh Richard Wilkinson dan Kate Pickett dalam "The Spirit Level: Why More Equal Societies Almost Always Do Better" (2009).

Ketidaksetaraan ekonomi yang dihasilkan oleh kapitalisme juga memengaruhi akses terhadap pendidikan dan peluang kerja. Menurut penelitian oleh Gregory Mankiw dalam "Defending the One Percent" (2013), ketidaksetaraan pendapatan dapat membatasi mobilitas sosial dan mencegah individu dari kelompok sosial ekonomi bawah untuk mendapatkan peluang yang sama seperti individu dari kelompok sosial ekonomi atas.

Dengan demikian, ketidaksetaraan ekonomi dapat memperdalam jurang antara kaya dan miskin, dan menimbulkan ketidakadilan sosial.

Eksploitasi Buruh

Eksploitasi buruh juga merupakan kelemahan kapitalisme yang signifikan. Di dalam sistem ini, pekerja sering kali dilihat sebagai sumber daya yang dapat dieksploitasi demi keuntungan maksimal. Michael Yates, dalam "Why Unions Matter" (2009), menggambarkan bagaimana sistem kapitalis memaksa pekerja bekerja lebih keras dengan upah yang relatif rendah.

Korporasi multinasional sering kali memindahkan produksi ke negara-negara dengan upah rendah dan standar perlindungan pekerja yang lemah. Hal ini tidak hanya menciptakan kondisi kerja yang buruk, tetapi juga memperlemah posisi tawar pekerja dalam meminta upah dan kondisi kerja yang lebih baik.

Seperti yang diungkapkan oleh Noam Chomsky dalam "Profit Over People: Neoliberalism and Global Order" (1999), eksploitasi ini bisa jadi merupakan bentuk penindasan terhadap kelas pekerja.

Lebih lanjut, eksploitasi buruh dalam sistem kapitalis dapat merusak kesejahteraan fisik dan mental pekerja.

Dalam "The Managed Heart" (1983), Arlie Russell Hochschild menunjukkan bagaimana pekerja terpaksa menekan emosi mereka dan melakukan apa yang disebut "emotional labor" demi memenuhi tuntutan pekerjaan. Eksploitasi ini tidak hanya merugikan pekerja, tetapi juga dapat memengaruhi kualitas produk dan layanan, dan pada akhirnya merugikan konsumen dan masyarakat luas.

Konsumsi Berlebihan

Salah satu kelemahan kapitalisme lainnya adalah mendorong konsumsi berlebihan. Sistem ini cenderung mendorong konsumsi sebagai cara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran.

Namun, seperti yang ditunjukkan Juliet Schor dalam "The Overworked American: The Unexpected Decline of Leisure" (1992), konsumsi berlebihan ini dapat menimbulkan berbagai masalah, termasuk merusak lingkungan dan menimbulkan stres bagi individu.

Selain itu, konsumsi berlebihan juga dapat mengarah pada pemborosan sumber daya dan kerusakan lingkungan. Dalam "The Story of Stuff" (2007), Annie Leonard mencatat bagaimana konsumsi berlebihan mendorong produksi barang yang tidak berkelanjutan dan menciptakan banyak limbah yang berbahaya.

Dalam jangka panjang, ini dapat membahayakan keberlangsungan hidup manusia dan planet ini.

Selain merusak lingkungan, konsumsi berlebihan juga dapat memengaruhi kesejahteraan individu dan masyarakat. Dalam "Affluenza: The All-Consuming Epidemic" (2001), John de Graaf dan lainnya menunjukkan bagaimana konsumsi berlebihan dapat memicu stres, depresi, dan berbagai masalah kesehatan lainnya.

Lebih dari itu, konsumsi berlebihan juga dapat memperdalam jurang antara individu berdasarkan kemampuan ekonomi mereka, dan menciptakan perasaan ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan.

Komodifikasi Semua Aspek Kehidupan

Kapitalisme juga dikritik karena mendorong komodifikasi semua aspek kehidupan. Dalam "Life Inc.: How the World Became a Corporation and How to Take It Back" (2009), Douglas Rushkoff menjelaskan bagaimana di bawah kapitalisme, segala sesuatu - dari pendidikan hingga kesehatan, dari hubungan interpersonal hingga lingkungan alam - menjadi komoditas yang dapat diperdagangkan untuk keuntungan.

Komodifikasi ini dapat merusak nilai intrinsik dan tujuan asli dari berbagai aspek kehidupan. Misalnya, pendidikan yang semestinya menjadi hak asasi dan bertujuan untuk pengembangan individu, bisa jadi hanya dilihat dari segi keuntungan ekonomi dan status sosial.

Komodifikasi semua aspek kehidupan juga bisa mengubah cara kita memandang dunia dan diri kita sendiri. Dalam "The Culture of Narcissism" (1979), Christopher Lasch berpendapat bahwa komodifikasi dapat mendorong individualisme dan narsisisme, dan menggerus hubungan sosial dan nilai-nilai komunitas.

Hal itu bisa mengarah pada masyarakat yang lebih terfragmentasi dan individualistis, di mana hubungan antar manusia dikurangi menjadi transaksi ekonomi semata.

Pengabaian Kebutuhan Publik

Terakhir, kapitalisme seringkali dianggap mengabaikan kebutuhan publik. Dalam sistem ini, kegiatan ekonomi umumnya diarahkan oleh keuntungan pribadi, bukan kebutuhan kolektif.

Dalam "The Price of Inequality" (2012), Joseph Stiglitz menggambarkan bagaimana hal ini dapat mengarah pada pengabaian infrastruktur publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan lingkungan, yang tidak menguntungkan secara ekonomi tetapi penting bagi kesejahteraan masyarakat.

Pada dasarnya, kapitalisme tidak mampu menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan sosial. Hal ini berdampak pada berbagai aspek, termasuk akses ke layanan dasar, kesejahteraan sosial, dan keadilan distribusi sumber daya.

Kapitalisme yang mengabaikan kebutuhan publik juga bisa merusak kualitas hidup dan merugikan individu yang paling rentan dalam masyarakat.

Dalam "The Great Divide" (2015), Joseph Stiglitz menggambarkan bagaimana pengabaian terhadap kebutuhan publik dapat meningkatkan tingkat kemiskinan, pengangguran, dan masalah sosial lainnya. Tanpa intervensi publik yang tepat, sistem kapitalis bisa gagal dalam memberikan kesejahteraan bagi semua anggota masyarakat.

Penutup

Walaupun kapitalisme telah membantu banyak negara mencapai kemajuan ekonomi, kelemahan-kelemahannya seringkali menimbulkan berbagai masalah sosial dan lingkungan. Untuk itu, penting bagi kita untuk memahami dan mempertimbangkan dampak dari sistem ini, dan mencari cara untuk mengatasi kelemahan-kelemahannya.

Referensi:

Smith, "The Wealth of Nations". (1776).
Piketty, T. "Capital in the Twenty-First Century". (2014).
Schumpeter, J.A. "Capitalism, Socialism and Democracy". (1942). 

Piketty, Thomas. "Capital in the Twenty-First Century". Belknap Press, 2013.
Wilkinson, Richard and Pickett, Kate. "The Spirit Level: Why More Equal Societies Almost Always Do Better". Allen Lane, 2009.
Yates, Michael. "Why Unions Matter". Monthly Review Press, 2009.
Chomsky, Noam. "Profit Over People: Neoliberalism and Global Order". Seven Stories Press, 1999.
Schor, Juliet. "The Overworked American: The Unexpected Decline of Leisure". Basic Books, 1992.
Leonard, Annie. "The Story of Stuff". Free Press, 2007.
Rushkoff, Douglas. "Life Inc.: How the World Became a Corporation and How to Take It Back". Random House, 2009.
Stiglitz, Joseph. "The Price of Inequality". W. W. Norton & Company, 2012.

Mankiw, Gregory. "Defending the One Percent". Journal of Economic Perspectives, 2013.
Hochschild, Arlie Russell. "The Managed Heart". University of California Press, 1983.
de Graaf, John and others. "Affluenza: The All-Consuming Epidemic". Berrett-Koehler Publishers, 2001.
Lasch, Christopher. "The Culture of Narcissism". W. W. Norton & Company, 1979.
Stiglitz, Joseph. "The Great Divide". W. W. Norton & Company, 2015.

OhPedia Lainnya