Menelusuri Sistem Pemerintahan dan Administrasi Kerajaan Majapahit

25/09/2023, 17:11 WIB
Artikel dan Ilustrasi ini dibuat dengan bantuan artificial intelligence (AI). Dimohon untuk bijak memanfaatkan informasi. Jika Anda menemukan ada kesalahan informasi atau kesalahan konteks, silakan memberitahu kami ke feedbackohbegitu@gmail.com
Menelusuri Sistem Pemerintahan dan Administrasi Kerajaan Majapahit
Ilustrasi Kerajaan Majapahit
Table of contents
Editor: EGP

KERAJAAN Majapahit, yang berdiri pada abad ke-13 hingga ke-16 Masehi di pulau Jawa, dikenal sebagai salah satu kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Nusantara. Di balik kejayaan dan kemegahannya, ada sebuah sistem pemerintahan dan administrasi yang rapi yang menjadi dasar keberlangsungan kekuasaan dan ekspansi wilayahnya.

Struktur Kerajaan dan Peran Para Petinggi

Kerajaan Majapahit memiliki struktur yang hierarkis. Pada puncak piramida pemerintahan berdiri raja, yang merupakan titisan dewa dan memegang otoritas tertinggi. Raja dikelilingi sekelompok penasihat dan pejabat tinggi yang membantunya dalam mengelola kerajaan. Di bawah raja, terdapat beberapa tingkatan pejabat yang masing-masing memiliki peran tertentu dalam struktur pemerintahan.

Raja dan Penasihat Utama

Dalam Kerajaan Majapahit, raja tidak hanya berperan sebagai pemimpin politik, tetapi juga sebagai pemimpin spiritual. Raja dianggap sebagai perwujudan dewa di bumi dan menjadi pusat dari semua ritual keagamaan. Namun, dalam menjalankan pemerintahan, raja dibantu oleh sekelompok penasihat utama yang dikenal sebagai Dharmamahapatih atau Rakryan Mahamantri. Para penasihat ini memiliki pengaruh besar dalam kebijakan-kebijakan kerajaan dan berperan penting dalam administrasi kerajaan (Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, 2008, hlm. 53-54).

Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya

Pejabat Tingkat Menengah dan Rendah

Di bawah raja dan penasihat utamanya, terdapat sejumlah pejabat tingkat menengah yang dikenal dengan istilah rakryan. Mereka ini bertugas mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari perdagangan, pertanian, hingga pelayaran.

Selanjutnya, pada tingkatan yang lebih rendah, ada para pranaji atau nirguci, yang bertugas mengawasi wilayah-wilayah kecil di dalam kerajaan. Struktur ini memungkinkan kerajaan Majapahit untuk mengelola wilayahnya yang luas dengan efisien (Hall, Maritime Trade and State Development in Early Southeast Asia, 1985, hlm. 190-193).

Administrasi dan Pembagian Wilayah

Dalam administrasi wilayah, Kerajaan Majapahit membagi wilayahnya menjadi beberapa unit pemerintahan yang dikenal sebagai bhumi dan wangunan. Setiap bhumi dikelola oleh seorang bhupati atau kepala wilayah. Sedangkan wangunan merupakan wilayah yang diperintah langsung oleh raja.

Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme

Sistem administrasi itu memudahkan koordinasi dan pengawasan atas wilayah kerajaan yang luas, sekaligus memberikan fleksibilitas kepada bhupati dalam mengelola wilayahnya masing-masing (Wolters, The World of Southeast Asia: Selected Historical Readings, 1999, hlm. 120-122).

Dengan sistem pemerintahan dan administrasi yang efektif, Kerajaan Majapahit berhasil memperluas pengaruhnya hingga ke luar pulau Jawa dan menjadi salah satu kerajaan terbesar di Nusantara. Struktur yang hierarkis dan pembagian tugas yang jelas antara raja, penasihat, dan pejabat-pejabat lainnya memastikan stabilitas dan kemakmuran kerajaan selama berabad-abad.

Pusat Pemerintahan di Trowulan

Trowulan, yang terletak di Jawa Timur, dikenal sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit. Pemilihan Trowulan bukan tanpa alasan; daerah ini memiliki posisi yang strategis dengan akses yang baik ke berbagai wilayah, serta menjadi pusat perdagangan dan kegiatan ekonomi yang penting pada masa itu.

Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya

Karakteristik Trowulan sebagai Pusat Pemerintahan

Berdasarkan temuan arkeologis, Trowulan dipenuhi dengan berbagai bangunan penting yang menunjukkan kejayaan dan kemegahan Majapahit. Mulai dari candi-candi besar, kolam-kolam suci, hingga prasasti-prasasti yang memberikan informasi tentang sejarah kerajaan dan aktivitas pemerintahan (Soekmono, Chandi Borobudur: A Monument of Mankind, 1973, hlm. 45-48). Struktur bangunan di Trowulan mengindikasikan bahwa daerah ini tidak hanya sebagai pusat administrasi, tetapi juga pusat keagamaan dan kebudayaan.

Infrastruktur dan Fasilitas Pemerintahan

Untuk mendukung aktivitas pemerintahan, Trowulan dilengkapi dengan infrastruktur yang memadai. Ada sistem pengairan yang canggih, jalan-jalan besar yang terhubung ke daerah-daerah penting di kerajaan, serta pasar-pasar yang menjadi pusat aktivitas ekonomi.

Selain itu, bangunan-bangunan pemerintahan, seperti istana dan balai-balai pertemuan, menandakan kegiatan administratif dan diplomasi yang rutin berlangsung di kawasan ini (Briggs, The Ancient Khmer Empire, 1951, hlm. 123-127).

Peran Trowulan dalam Diplomasi dan Perdagangan

Sebagai pusat pemerintahan, Trowulan juga menjadi tempat kedatangan utusan-utusan dari kerajaan lain. Mereka datang untuk membangun hubungan diplomatik atau melakukan aktivitas perdagangan. Hal ini menjadikan Trowulan sebagai salah satu kawasan kosmopolitan pada masa itu, di mana berbagai budaya bertemu dan berinteraksi. Peninggalan arkeologis menunjukkan adanya barang-barang dari luar Nusantara, seperti keramik dari Tiongkok, yang menunjukkan intensitas interaksi perdagangan di kawasan ini (Hall, Maritime Trade and State Development in Early Southeast Asia, hlm. 195-198).

Dengan demikian, Trowulan bukan hanya menjadi simbol kejayaan Majapahit, tetapi juga pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, keagamaan, dan budaya. Keberadaannya mencerminkan kompleksitas dan kecanggihan administrasi serta infrastruktur yang dimiliki oleh Kerajaan Majapahit pada masa kejayaannya.

Pajak, Pengumpulan Upeti, dan Sistem Perdagangan

Kerajaan Majapahit, dengan wilayah kekuasaannya yang luas, memerlukan sistem pemerintahan dan administrasi yang efektif. Salah satu aspek vital dari administrasi tersebut adalah mengenai pengumpulan pajak, upeti, serta pengelolaan sistem perdagangan yang memastikan aliran kekayaan masuk ke pusat kerajaan.

Pajak dalam Kerajaan Majapahit

Dalam pemerintahan Majapahit, pajak memiliki peran penting sebagai sumber pendapatan utama kerajaan. Masyarakat dikenai pajak berupa hasil bumi dan hasil kerajinan.

Biasanya, pajak dikumpulkan dalam bentuk beras, hewan ternak, kerajinan tangan, dan kadang-kadang emas. Tarif dan jenis pajak bisa berbeda-beda tergantung pada status dan profesi wajib pajak. Penyelenggaraan pajak di bawah pengawasan pejabat-pejabat kerajaan yang bertugas memastikan adanya pemasukan yang stabil ke kas kerajaan (Munoz, Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula.2006, hlm. 112-115).

Pengumpulan Upeti

Upeti merupakan bentuk penghormatan atau pengakuan atas kekuasaan Majapahit dari wilayah-wilayah vasal atau bawahan. Upeti ini bisa berupa barang-barang berharga seperti emas, perak, mutiara, dan rempah-rempah.

Pengumpulan upeti menjadi simbol dominasi politik Majapahit dan menegaskan status kerajaan sebagai kekuatan utama di kawasan Nusantara. Melalui upeti, kerajaan juga memperoleh akses ke sumber daya alam dan barang-barang ekotis dari berbagai wilayah di Nusantara (Hall, 1985, hlm. 203-205).

Sistem Perdagangan

Majapahit dikenal sebagai pusat perdagangan maritim yang penting di Asia Tenggara. Pelabuhan-pelabuhan besar seperti Hujung Galuh (sekarang Surabaya) dan Janggala menjadi tempat bertemunya pedagang dari berbagai belahan dunia.

Melalui sistem perdagangan ini, Majapahit menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di Asia dan Timur Tengah. Barang-barang impor seperti keramik dari Tiongkok, kain dari India, dan rempah-rempah dari Maluku mengalir ke Majapahit. Sebaliknya, produk lokal seperti emas, kayu, dan kerajinan diekspor ke berbagai daerah (Reid, Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-1680: Expansion and Crisis., 1988, hlm. 68-70).

Dengan sistem pajak yang teratur, pengumpulan upeti, dan perdagangan yang luas, Majapahit berhasil mempertahankan kestabilan ekonominya dan membiayai berbagai proyek pembangunan, ekspedisi militer, serta aktivitas-aktivitas lain yang menegaskan dominasinya di kawasan Nusantara.

Kesimpulan

Kerajaan Majapahit, sebagai salah satu kekuatan terbesar di Nusantara pada masanya, memiliki sistem pemerintahan dan administrasi yang kokoh dan efisien. Dengan struktur pemerintahan yang hierarkis, mulai dari raja hingga pejabat-pejabat tingkat rendah, Majapahit mampu mengelola wilayah kekuasaannya yang luas.

Trowulan, sebagai pusat pemerintahan, menjadi saksi bisu kejayaan dan aktivitas pemerintahan yang berlangsung, mulai dari kegiatan administratif hingga interaksi perdagangan dan diplomasi.

Sistem pengumpulan pajak, upeti, dan perdagangan yang diterapkan oleh Majapahit menciptakan aliran kekayaan yang konsisten ke pusat kerajaan. Ini memungkinkan Majapahit untuk membiayai berbagai inisiatif pembangunan, mempertahankan kekuasaannya, dan memperluas wilayahnya. Keseluruhan struktur dan sistem ini mencerminkan visi, kebijakan, dan kemampuan administratif kerajaan dalam memastikan stabilitas, kemakmuran, dan dominasi di kawasan Nusantara.

Referensi:

Ricklefs, M. C. Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press. 2008.
Hall, K. R. Maritime Trade and State Development in Early Southeast Asia. University of Hawaii Press. 1985.
Wolters, O. W. The World of Southeast Asia: Selected Historical Readings. University of Hawaii Press. 1999.
Soekmono, R. Chandi Borobudur: A Monument of Mankind. UNESCO. 1973.
Briggs, L. P. The Ancient Khmer Empire. Transactions of the American Philosophical Society. 1951.
Munoz, P. M. Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula. Editions Didier Millet. 2006.
Reid, A. Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-1680: Expansion and Crisis. Yale University Press. 1988.

OhPedia Lainnya