Perjalanan Hak Asasi Manusia (HAM): Sejarah, Tantangan, dan Harapan

27/09/2023, 09:32 WIB
Artikel dan Ilustrasi ini dibuat dengan bantuan artificial intelligence (AI). Dimohon untuk bijak memanfaatkan informasi. Jika Anda menemukan ada kesalahan informasi atau kesalahan konteks, silakan memberitahu kami ke feedbackohbegitu@gmail.com
Perjalanan Hak Asasi Manusia (HAM): Sejarah, Tantangan, dan Harapan
Ilustrasi HAM
Table of contents
Editor: EGP

HAK Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang melekat pada diri setiap individu tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pendapat politik, atau status sosial. Meski konsep ini telah ada sejak zaman kuno, perkembangan dan penerimaannya sebagai doktrin global berlangsung selama berabad-abad.

Pengakuan atas HAM mencerminkan keinginan bersama untuk menciptakan dunia yang adil dan sejahtera, tempat semua individu dapat hidup tanpa takut dan tanpa rasa kelaparan.

Deklarasi Hak Manusia dari Masa ke Masa

Sejak zaman kuno, perlindungan atas hak dasar individu telah menjadi bagian penting dari sejarah peradaban manusia. Melalui deklarasi-deklarasi yang diterbitkan dari masa ke masa, kita dapat melihat bagaimana pandangan terhadap hak asasi manusia telah berkembang dan bagaimana komunitas global berusaha untuk memastikan bahwa hak-hak ini dihormati dan dilindungi.

Baca juga: Berbagai Penyebab Kesenjangan Ekonomi dan Sosial

Magna Carta (1215)

Magna Carta, yang dikenal juga sebagai "The Great Charter," adalah salah satu dokumen tertua yang mengakui hak asasi manusia. Diterbitkan di Inggris pada tahun 1215, dokumen ini membatasi kekuasaan raja dan menjamin beberapa hak dasar untuk rakyatnya, seperti perlindungan dari penahanan sewenang-wenang. 

Meskipun awalnya berlaku hanya untuk kaum bangsawan, prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya telah memengaruhi banyak dokumen HAM di masa mendatang (Howard, Magna Carta: Text & Commentary, 1964, hal. 45-47).

Deklarasi Hak (Bill of Rights) Inggris (1689)

Deklarasi ini disahkan setelah Revolusi Glorious di Inggris. Dokumen ini mencakup hak-hak seperti pemilihan bebas, kebebasan berbicara di dalam Parlemen, dan hak individu terhadap kekejaman hukuman. 

Baca juga: Mendalami Berbagai Aspek Kesenjangan Ekonomi dan Sosial

Ini menjadi dasar bagi perlindungan hak asasi manusia di banyak negara Barat dan menginspirasi deklarasi lainnya di seluruh dunia (Schwoerer, The Declaration of Rights, 1689, 1981, hal. 13-17).

Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat (1776)

Dalam pernyataan revolusionernya, "Kami anggap pandangan ini sebagai kebenaran yang jelas, bahwa semua manusia diciptakan sama," Deklarasi Kemerdekaan AS mengakui hak dasar dan kebebasan individu. Dokumen ini memengaruhi pergerakan hak asasi manusia di seluruh dunia, dengan menekankan pentingnya kebebasan dan persamaan (Jefferson, The Declaration of Independence, 1776, hal. 1-2).

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) (1948)

Setelah kekejaman Perang Dunia II, dunia menyaksikan perlunya proteksi lebih lanjut untuk hak asasi manusia. Hasilnya adalah UDHR yang disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1948. Deklarasi ini menjadi dokumen dasar HAM internasional dan telah menjadi inspirasi bagi banyak konstitusi nasional dan perjanjian internasional lainnya (Ishay, The History of Human Rights, 2008, hal. 230-235).

Baca juga: Apa Itu Kesenjangan Ekonomi dan Sosial?

Peran PBB dalam Pengembangan HAM

Pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945 merupakan reaksi terhadap kehancuran dan kekejaman yang dihasilkan oleh Perang Dunia II. Salah satu misi utama PBB, seperti yang dinyatakan dalam Piagam PBB, adalah untuk mempromosikan dan mendorong penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi semua tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa, atau agama (Piagam PBB, Bab I, Pasal 1, 1945).

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, UDHR adalah salah satu prestasi paling signifikan PBB dalam bidang hak asasi manusia. Disahkan pada tahun 1948, UDHR menjadi tonggak sejarah yang menetapkan hak dan kebebasan dasar yang harus dilindungi di seluruh dunia. Deklarasi ini mendorong negara-negara anggota untuk memastikan bahwa hukum dan kebijakan mereka selaras dengan prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya (Glendon, A World Made New: Eleanor Roosevelt and the Universal Declaration of Human Rights, 2001, hal. 45-60).

Setelah penerbitan UDHR, PBB terus mempromosikan hak asasi manusia dengan mengembangkan serangkaian perjanjian dan konvensi internasional. Contoh penting meliputi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR).

Kedua dokumen itu, yang sering disebut sebagai "Dua Kovenan," merinci hak-hak yang diakui dalam UDHR dan memberikan mekanisme untuk pemantauan dan penegakan (Steiner, Alston, & Goodman, International Human Rights in Context, 2007, hal. 130-145).

Selain mengembangkan perjanjian internasional, PBB juga berupaya untuk melindungi hak asasi manusia di lapangan melalui operasi perdamaian, laporan, dan intervensi dalam situasi krisis.

Lembaga-lembaga seperti Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia memainkan peran penting dalam mengawasi pelanggaran HAM dan memberikan bantuan kepada negara-negara untuk meningkatkan catatan hak asasi manusianya (Mertus & Helsing, Human Rights & Conflict, 2006, hal. 90-110).

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

Setelah kekejaman Perang Dunia II, muncul kesadaran mendalam tentang pentingnya melindungi hak dasar setiap individu. Keberadaan PBB memberikan platform yang tepat untuk menyusun suatu dokumen yang dapat diakui secara internasional.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) dihasilkan dari upaya bersama negara-negara anggota PBB untuk mendefinisikan hak-hak dasar yang harus dihormati dan dilindungi di seluruh dunia (Glendon, A World Made New, 2001, hal. 20-35).

UDHR terdiri dari Preambule dan 30 Pasal, yang mencakup hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Deklarasi ini menegaskan prinsip-prinsip seperti kesetaraan, kebebasan, keadilan, dan martabat manusia. Misalnya, Pasal 1 menyatakan bahwa semua manusia dilahirkan bebas dan memiliki martabat dan hak-hak yang sama. Sementara itu, Pasal 3 menekankan hak setiap individu terhadap kehidupan, kebebasan, dan keamanan pribadi (UDHR, 1948).

Sejak disahkan pada 1948, UDHR telah menjadi dasar bagi banyak konstitusi nasional dan perjanjian internasional lainnya. Meskipun bukan perjanjian hukum yang mengikat, Deklarasi ini memiliki pengaruh moral yang kuat dan diakui sebagai standar pencapaian universal untuk hak asasi manusia.

Banyak negara yang telah menerjemahkan prinsip-prinsip UDHR ke dalam hukum domestik mereka, menegaskan komitmennya sebagai pedoman global (Donnelly, Universal Human Rights in Theory and Practice, 2013, hal. 60-75).

Tantangan dan Kritik

Meskipun UDHR diakui secara luas, deklarasi ini bukan tanpa kritik. Beberapa negara, terutama dari dunia non-Barat, merasa bahwa deklarasi ini terlalu berorientasi pada nilai-nilai Barat.

Namun, kritik ini seringkali diimbangi dengan pengakuan bahwa UDHR mencerminkan kesepakatan global tentang hak dasar yang harus dihormati di setiap kebudayaan dan tradisi (An-Na’im, Human Rights in Cross-Cultural Perspectives, 1992, hal. 20-40).

Kesimpulan

HAM, sebagai hak dasar yang melekat pada setiap individu, telah mengalami evolusi sepanjang sejarah. Dari Magna Carta hingga Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat, pemahaman tentang hak dan kebebasan individu terus berkembang dan mendapat pengakuan yang lebih luas. 

PBB, dengan penciptaan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, telah menetapkan standar global untuk perlindungan dan penghormatan hak-hak ini. Meskipun tantangan dan kritik muncul dalam pelaksanaannya, aspirasi untuk sebuah dunia yang menghormati martabat dan hak setiap manusia tetap menjadi tujuan bersama.

Peran serta masyarakat internasional dan kerja sama antarnegara sangat penting untuk mewujudkan pemahaman dan perlindungan yang lebih baik terhadap Hak Asasi Manusia di seluruh dunia.

OhPedia Lainnya