Sejumlah Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaan Majapahit

04/10/2023, 10:32 WIB
Artikel dan Ilustrasi ini dibuat dengan bantuan artificial intelligence (AI). Dimohon untuk bijak memanfaatkan informasi. Jika Anda menemukan ada kesalahan informasi atau kesalahan konteks, silakan memberitahu kami ke feedbackohbegitu@gmail.com
Sejumlah Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaan Majapahit
Keruntuhan Majapahit
Table of contents
Editor: EGP

KERAJAAN Majapahit merupakan salah satu kerajaan terbesar di Nusantara yang pernah ada. Berdiri pada abad ke-13 dan mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-14, kerajaan ini telah mengukuhkan diri sebagai kekuatan maritim dan perdagangan yang dominan di Asia Tenggara. 

Namun, seperti kerajaan-kerajaan besar lainnya, Majapahit pun mengalami kemunduran. Seiring dengan berjalannya waktu, berbagai faktor mulai menggerogoti kestabilan dan kekuatan Majapahit. Faktor internal, seperti persaingan perebutan kekuasaan, serta ancaman eksternal dari kerajaan lain seperti Demak dan Malaka, berkontribusi pada kemunduran kerajaan ini. Selain itu, masuknya Islam ke Nusantara juga membawa perubahan signifikan dalam peta politik dan sosial di kawasan ini. 

Faktor Internal: Persaingan Perebutan Kekuasaan

Persaingan perebutan kekuasaan merupakan salah satu peristiwa krusial yang sering menghantui kerajaan-kerajaan di Nusantara, tak terkecuali Majapahit. Setelah kematian Raja Hayam Wuruk tahun 1389, Kerajaan Majapahit memasuki masa transisi yang penuh gejolak.

Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya

Para penerus Hayam Wuruk menghadapi banyak tantangan dalam mempertahankan kekuasaannya, seringkali diiringi dengan intrik politik dan pemberontakan dari wilayah-wilayah vassal.

Wilayah Majapahit yang luas dan beragam, menciptakan dinamika politik yang kompleks. Dengan demikian, banyak pihak yang mencoba merebut kekuasaan atau menggugat otoritas pusat.

Salah satunya adalah pemberontakan Paregreg yang merupakan pemberontakan internal melawan kekuasaan pusat. Pertikaian ini berlarut-larut dan melemahkan struktur pemerintahan serta merusak stabilitas politik kerajaan (Cœdès, George. The Making of South East Asia, 1966).

Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme

Dengan adanya persaingan kekuasaan dan pertentangan internal, tata kelola pemerintahan menjadi tidak efisien. Banyak pihak di dalam kerajaan yang sibuk berjuang untuk kepentingan pribadi atau kelompok, mengabaikan kesejahteraan rakyat dan integritas wilayah kerajaan.

Hal itu tentunya memberikan dampak negatif bagi perekonomian dan pertahanan kerajaan. Para pemimpin daerah yang tadinya loyal, mulai mempertanyakan otoritas pusat dan memilih untuk memisahkan diri. Faktor-faktor ini berkontribusi besar pada kemunduran Majapahit sebagai kekuatan dominan di Nusantara (Hall, D.G.E. A History of South-east Asia, 1955).

Meninjau dari sejarah Kerajaan Majapahit, jelas bahwa faktor internal seperti persaingan perebutan kekuasaan memiliki peran signifikan dalam kemunduran dan akhir kerajaan tersebut. Meski berbagai upaya dilakukan untuk mempertahankan kejayaan, ketidakstabilan internal menjadi salah satu hambatan utama.

Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya

Ancaman dari Kerajaan Lain: Demak dan Malaka

Seiring dengan kemunduran internal yang dialami oleh Majapahit, kerajaan ini juga menghadapi tantangan eksternal yang signifikan. Ancaman dari kerajaan lain, khususnya Kerajaan Demak dan Malaka, memperparah kondisi kerajaan ini.

Kerajaan Demak

Kerajaan Demak, yang berdiri di pesisir utara Jawa, merupakan salah satu kerajaan Islam pertama di Jawa. Dengan latar belakang Islam, Demak memiliki daya tarik bagi daerah-daerah yang mayoritas penduduknya Muslim. Terlebih, Demak memiliki visi untuk menjadikan Jawa sebagai pusat penyebaran Islam, dan ini termasuk menaklukkan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha yang masih ada, termasuk Majapahit.

Pada abad ke-16, Demak berhasil mengambil alih banyak wilayah yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Majapahit, memperlemah otoritas Majapahit di Jawa (Ricklefs, M.C. A History of Modern Indonesia since c. 1200, 2001).

Kerajaan Malaka

Di luar Jawa, Kerajaan Malaka muncul sebagai kekuatan maritim dan perdagangan yang dominan di Asia Tenggara. Dengan posisinya yang strategis di Selat Malaka, kerajaan ini berhasil mengendalikan perdagangan antara Timur dan Barat.

Itu berarti Majapahit kehilangan pengaruhnya sebagai pusat perdagangan maritim. Malaka juga menjalin aliansi dengan kerajaan-kerajaan lain dan mendukung penyebaran Islam di wilayah Nusantara, yang mengurangi ruang gerak Majapahit. Meski tidak ada konflik terbuka antara Majapahit dan Malaka, adanya kerajaan kuat seperti Malaka tentunya menjadi ancaman bagi eksistensi Majapahit (Andaya, Leonard Y. The World of Maluku, 1993).

Dengan demikian, Majapahit tidak hanya menghadapi tantangan dari dalam, tetapi juga dari luar. Ketidakmampuan Majapahit untuk mengatasi ancaman dari kerajaan-kerajaan tetangga menunjukkan betapa kompleksnya tantangan yang dihadapi oleh kerajaan ini dalam upaya mempertahankan kejayaannya.

Peran Islam dalam Perubahan Peta Politik dan Sosial di Nusantara

Dalam perjalanan sejarah Nusantara, agama Islam memegang peran penting dalam membentuk peta politik dan sosial. Keberadaan Islam bukan hanya memengaruhi identitas keagamaan masyarakat, tetapi juga berpengaruh luas dalam struktur politik, perdagangan, dan tatanan sosial masyarakat.

Penguatan Identitas Politik

Dengan masuknya Islam, banyak kerajaan di Nusantara yang kemudian mengadopsi Islam sebagai identitas resmi kerajaan. Hal ini memberikan kelegitiman tersendiri bagi penguasa untuk menguasai dan memperluas wilayahnya, terutama di wilayah dengan mayoritas penduduk Muslim. Dengan bendera Islam, kerajaan seperti Demak, Aceh, dan Malaka memperoleh kepercayaan dan dukungan dari rakyat, serta mengukuhkan diri sebagai pusat penyebaran Islam di kawasan sekitarnya (Johns, A.H. The Role of Islam in the Malay Indonesian World, 1964).

Transformasi Perdagangan

Islam tidak hanya memengaruhi aspek politik, tetapi juga aspek ekonomi. Sebagai agama yang menekankan pentingnya perdagangan, Islam membawa banyak pedagang Muslim ke Nusantara. Hal ini memperkuat posisi Nusantara sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara.

Pelabuhan-pelabuhan di Malaka, Aceh, dan Demak menjadi hub penting bagi pedagang dari Timur Tengah, India, dan China. Dengan lalu lintas perdagangan yang semakin meningkat, ekonomi kerajaan-kerajaan Muslim pun tumbuh pesat (Reid, Anthony. Southeast Asia in the Age of Commerce, 1988).

Perubahan Struktur Sosial

Dengan masuknya Islam, tatanan sosial masyarakat Nusantara juga mengalami perubahan. Masyarakat mulai mengadopsi hukum dan norma sosial Islam dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai seperti keadilan, persaudaraan, dan kesederajatan mendapatkan tempat di hati masyarakat.

Selain itu, penyebaran Islam juga melahirkan kelas ulama yang memiliki peran penting dalam masyarakat, baik dalam bidang pendidikan, hukum, maupun politik (Azra, Azyumardi. The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia, 2004).

Dari uraian di atas, jelas bahwa Islam memainkan peran sentral dalam membentuk peta politik dan sosial di Nusantara. Keberadaannya tidak hanya mempengaruhi kerajaan-kerajaan yang ada, tetapi juga membawa perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat.

Kesimpulan

Kerajaan Majapahit, dengan kejayaannya yang gemilang, menjadi salah satu ikon penting dalam sejarah Nusantara. Meskipun berdiri tegak sebagai kekuatan dominan pada zamannya, berbagai faktor baik internal maupun eksternal memengaruhi kemundurannya hingga akhirnya runtuh.

Persaingan perebutan kekuasaan, ancaman dari kerajaan lain seperti Demak dan Malaka, serta perubahan peta politik dan sosial akibat penyebaran Islam di Nusantara adalah beberapa di antaranya. Kehadiran Islam, khususnya, membawa transformasi mendalam dalam masyarakat, politik, dan ekonomi Nusantara.

Kemunduran Majapahit bukan hanya menjadi catatan sejarah tentang suatu kerajaan yang pernah berjaya, tetapi juga menjadi refleksi tentang dinamika kehidupan politik, sosial, dan ekonomi sebuah bangsa. Dari kisah Majapahit, kita dapat belajar tentang pentingnya persatuan, stabilitas politik, dan adaptasi terhadap perubahan untuk memastikan kelangsungan sebuah kekuasaan. Dengan mengenang dan memahami sejarah Majapahit, kita diingatkan untuk senantiasa menjaga keutuhan dan harmoni bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.

OhPedia Lainnya