Mengapa "Argumentum Ad Hominem" Merupakan Kesesatan Logika

10/01/2024, 10:24 WIB
Artikel dan Ilustrasi ini dibuat dengan bantuan artificial intelligence (AI). Dimohon untuk bijak memanfaatkan informasi. Jika Anda menemukan ada kesalahan informasi atau kesalahan konteks, silakan memberitahu kami ke feedbackohbegitu@gmail.com
Mengapa "Argumentum Ad Hominem" Merupakan Kesesatan Logika
Orang berdebat
Table of contents
Editor: EGP

ARGUMENTUM ad hominem, sering disebut sebagai serangan yang bersifat personal, adalah kesalahan logika yang sering terjadi dalam diskusi atau debat. Jenis argumen ini memusatkan perhatian pada karakter atau sifat pribadi seseorang daripada menanggapi argumen yang dibawa oleh orang tersebut. Ini adalah bentuk kesesatan logika karena mengalihkan fokus dari keabsahan argumen yang sebenarnya.

Dalam tulisan ini, kita akan mengupas lebih dalam mengenai alasan mengapa argumentum ad hominem dinyatakan sebagai kesalahan berpikir, khususnya dalam konteks bahwa argumentum ad hominem tidak menangani keabsahan argumen dan serangan itu yang dituujukan ke pribadi tidak mengubah validitas argumen.

Tidak Menangani Keabsahan Argumen Secara Langsung

Pada dasarnya, argumentum ad hominem tidak langsung menangani validitas atau keabsahan argumen yang dibicarakan. Ketika seseorang menggunakan serangan personal, fokus perdebatan bergeser dari topik utama menjadi tentang karakter individu yang terlibat. Ini menciptakan lingkungan diskusi yang tidak produktif dan sering kali mengarah pada konfrontasi yang tidak perlu.

Baca juga: Aleksander Agung: Kehidupan Awal dan Latar Belakangnya

Serangan personal mengabaikan isi argumen itu sendiri. Misalnya, jika seseorang mengemukakan pendapat tentang kebijakan pemerintah, dan lawan bicaranya menyerang dengan mengatakan, "Kamu hanya berkata begitu karena kamu tidak mengerti ekonomi," ini merupakan serangan ad hominem. Kritik tersebut tidak menangani isi argumen tentang kebijakan pemerintah, melainkan menyerang pengetahuan atau kapasitas orang tersebut.

Douglas Walton, penulis "Informal Logic: A Pragmatic Approach," (2008), menjelaskan bahwa serangan ad hominem sering kali digunakan sebagai taktik untuk mengalihkan perhatian dari topik utama dan menciptakan keraguan tentang kredibilitas pembicara.

Selanjutnya, argumentum ad hominem dapat menimbulkan bias dan prasangka dalam diskusi. Ketika seseorang dihakimi berdasarkan karakter pribadinya, bukan argumennya, ini menciptakan kesan bahwa argumen tersebut tidak valid, padahal kenyataannya bisa jadi tidak demikian.

Baca juga: Mengenal Ciri-Ciri Simbolisme

Hal ini dijelaskan oleh Stephen Toulmin dalam bukunya "The Uses of Argument" (1958), yang menguraikan bagaimana emosi dan bias pribadi dapat mengaburkan logika dan obyektivitas dalam argumen.

Pada akhirnya, penggunaan argumentum ad hominem menunjukkan kurangnya kemampuan atau keinginan untuk menanggapi argumen secara intelektual. Alih-alih berdebat dengan dasar fakta dan logika, serangan personal menunjukkan kemalasan berpikir dan kurangnya pemahaman mendalam tentang topik yang dibahas. Ini secara signifikan mengurangi nilai diskusi dan menghalangi pemahaman bersama tentang topik yang sedang dibahas.

Serangan Pribadi Tidak Mengubah Validitas Argumen

Penting untuk memahami bahwa serangan personal saat debat, atau ad hominem, tidak memiliki dampak apapun terhadap validitas argumen yang diajukan. Serangan ini lebih berfokus pada individu daripada substansi argumennya, namun kenyataannya, validitas atau kebenaran sebuah argumen bersifat independen dari sifat-sifat pribadi orang yang menyampaikannya.

Baca juga: Apa Itu Simbolisme: Definisi, Sejarah, dan Fungsinya

Dalam konteks debat atau diskusi, sering kali seseorang melakukan serangan pribadi sebagai respons terhadap argumen yang diajukan. Misalnya, jika seseorang mengkritik kebijakan pemerintah dan lawan bicaranya menyerang dengan berkata, "Kamu tidak bisa dipercaya karena kamu memiliki kepentingan tertentu," ini merupakan contoh serangan ad hominem. Namun, kritik terhadap kebijakan tersebut tetap valid atau tidak valid berdasarkan kekuatan argumennya sendiri, bukan berdasarkan kepercayaan atau kepentingan pembicaranya.

Alfred North Whitehead, seorang filsuf dan matematikawan, dalam karyanya "Science and the Modern World" (1925) memperkenalkan istilah 'fallacy of misplaced concreteness'. Whitehead menjelaskan bahwa seringkali orang salah dalam menilai suatu argumen dengan menganggap karakter pembawa pesan sebagai bagian dari validitas argumen itu sendiri, padahal seharusnya argumen dinilai berdasarkan dasar logis dan fakta yang ada.

Selain itu, dalam konteks ilmiah atau akademik, serangan pribadi sering kali diabaikan karena tidak memberikan kontribusi terhadap pengembangan atau pembuktian hipotesis atau teori. Sebagai contoh, dalam debat ilmiah, apa yang dikatakan oleh seorang ilmuwan tentang teori lainnya tidak memengaruhi kebenaran dari teori tersebut. Ini sesuai dengan pendapat Karl Popper dalam bukunya "The Logic of Scientific Discovery" (1959), di mana ia menekankan pentingnya falsifikasi dan verifikasi dalam menilai teori ilmiah, bukan karakter atau reputasi ilmuwan yang mengemukakannya.

Penting untuk memahami bahwa fokus pada serangan personal mengalihkan perhatian dari argumen yang sebenarnya. Hal ini sering kali menjadi strategi defensif atau taktik mengalihkan perhatian yang digunakan saat seseorang tidak memiliki respons yang logis atau valid terhadap argumen yang diajukan. Ini mengindikasikan kelemahan dalam kemampuan berargumentasi dan seringkali menyebabkan degradasi kualitas diskusi atau debat.

OhPedia Lainnya