Tantangan dan Kontroversi Mekanika Kuantum

18/10/2023, 11:13 WIB
Artikel dan Ilustrasi ini dibuat dengan bantuan artificial intelligence (AI). Dimohon untuk bijak memanfaatkan informasi. Jika Anda menemukan ada kesalahan informasi atau kesalahan konteks, silakan memberitahu kami ke feedbackohbegitu@gmail.com
Tantangan dan Kontroversi Mekanika Kuantum
Ilustrasi Paradoks Kucing Schrodingers
Table of contents
Editor: EGP

MEKANIKA kuantum adalah salah satu pilar fundamental fisika modern. Namun, meskipun telah berhasil menjelaskan dan memprediksi berbagai fenomena alam dengan presisi luar biasa, teori ini tetap menimbulkan sejumlah kontroversi dan pertanyaan. 

Salah satu tantangan utama dalam memahami mekanika kuantum adalah keberadaan berbagai interpretasi tentang bagaimana pernyataan matematika dari teori ini harus diterjemahkan ke dalam gambaran kenyataan fisik (Bell, Speakable and Unspeakable in Quantum Mechanics, 1987, hal. 8).

Beberapa ahli fisika merasa nyaman dengan penjelasan konvensional, sementara yang lainnya mencari interpretasi alternatif yang lebih sesuai dengan intuisi kita.

Baca juga: Mengapa Kadar Oksigen Menipis Saat Berada di Puncak Gunung?

Dalam mekanika kuantum, partikel seperti elektron dapat berada dalam keadaan yang disebut superposisi. Ini berarti partikel tersebut seolah-olah berada di dua tempat sekaligus atau memiliki dua kecepatan sekaligus hingga suatu pengukuran dilakukan.

Setelah pengukuran, partikel "memilih" salah satu keadaan tersebut (Zurek, Decoherence, einselection, and the quantum origins of the classical, 2003, hal. 742). Konsep superposisi inilah yang sering menimbulkan perdebatan, karena tampaknya bertentangan dengan pengalaman sehari-hari kita.

Paradox Kucing Schrödinger

Paradox kucing Schrödinger adalah salah satu ilustrasi paling terkenal yang menunjukkan ketidaksesuaian antara mekanika kuantum dan intuisi kita. Pada tahun 1935, fisikawan Erwin Schrödinger merumuskan eksperimen pemikiran di mana kucing ditempatkan dalam kotak tertutup bersama dengan perangkat yang dapat melepaskan gas beracun jika sebuah partikel radioaktif mengalami peluruhan (Schrödinger, Die gegenwärtige Situation in der Quantenmechanik, 1935, hal. 151). 

Baca juga: Mengapa Tubuh Kita Menggigil Saat Kedinginan?

Menurut mekanika kuantum, sebelum kotak dibuka dan pengamatan dilakukan, partikel berada dalam keadaan superposisi, yakni seolah-olah peluruhan dan tidak peluruhan terjadi bersamaan. Ini berarti kucing dalam kotak juga berada dalam superposisi, seolah-olah hidup dan mati bersamaan.

Gagasan bahwa makhluk hidup bisa berada dalam keadaan superposisi adalah sesuatu yang sulit diterima oleh banyak orang, termasuk para fisikawan. Ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana dan kapan suatu sistem kuantum bertransisi dari keadaan superposisi ke salah satu keadaan pasti saat diukur.

Beberapa interpretasi mekanika kuantum, seperti interpretasi banyak dunia (many-Worlds interpretation/MWI),  berpendapat bahwa setiap kemungkinan keadaan sebenarnya terjadi dalam semacam "cabang" kenyataan yang berbeda (DeWitt & Graham, The Many-Worlds Interpretation of Quantum Mechanics, 1973, hal. 3). Namun, interpretasi ini sendiri menghadirkan tantangan dan kontroversi tambahan.

Baca juga: Mengungkap Fakta Menarik Mengenai Mata Minus: Pandangan yang Memudar

Masalah Pengukuran dan Kolaps Fungsi Gelombang

Masalah pengukuran adalah salah satu kontroversi paling mendalam dalam mekanika kuantum. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ketika sebuah partikel dalam keadaan superposisi diukur, tampaknya ia "memilih" salah satu keadaan dengan tiba-tiba.

Proses ini sering disebut sebagai "kolaps fungsi gelombang". Namun, cara kerja dan alasan di balik kolaps ini masih menjadi misteri dan sumber kontroversi (Wheeler & Zurek, Quantum Theory and Measurement, 1983, hal. 182).

Saat sebuah pengukuran dilakukan pada sistem kuantum, mekanika kuantum konvensional hanya bisa memberi tahu kita probabilitas hasil yang mungkin terjadi, namun tidak dapat memprediksi hasil pasti dari pengukuran tersebut. 

Selain itu, teori ini tidak memberikan penjelasan mekanistik tentang bagaimana atau mengapa kolaps fungsi gelombang terjadi. Apakah ini merupakan proses fisik sebenarnya, atau hanya representasi matematis dari pengetahuan kita yang berubah? (von Neumann, Mathematical Foundations of Quantum Mechanics, 1932, hal. 348).

Sejumlah solusi telah diajukan untuk mengatasi masalah ini. Salah satunya adalah interpretasi banyak dunia yang telah disebutkan sebelumnya. Interpretasi lain, seperti interpretasi dekoherensi, berpendapat bahwa interaksi sistem kuantum dengan lingkungannya menyebabkan keadaan superposisi "berkendara" satu sama lain, sehingga menghasilkan ilusi kolaps (Zurek, Decoherence and the transition from quantum to classical, 1991, hal. 36). 

Namun, meskipun ada banyak usaha untuk menjelaskan masalah pengukuran, hingga saat ini belum ada konsensus yang tercapai.

Kontroversi mengenai masalah pengukuran ini menggarisbawahi sifat konseptual mekanika kuantum yang menantang. Meskipun sangat sukses dalam memprediksi fenomena eksperimental, interpretasi yang mendasari realitas fisik yang digambarkan oleh teori ini masih menjadi topik perdebatan yang sengit di antara para ahli fisika.

Pencarian Teori Kuantum Gravitasi

Salah satu tantangan besar dalam fisika teoretik adalah mencari teori yang dapat menyatukan mekanika kuantum dengan teori relativitas umum Albert Einstein, yang menggambarkan gravitasi. Teori relativitas umum berhasil menjelaskan bagaimana benda-benda besar seperti planet dan galaksi berinteraksi melalui gravitasi, namun ketika kita mencoba menerapkannya pada skala yang sangat kecil, seperti yang ada dalam mekanika kuantum, kedua teori ini menjadi tidak kompatibel (Carlip, Quantum Gravity: a Progress Report, 2001, hal. 1).

Usaha untuk menggabungkan kedua teori ini telah menghasilkan beberapa kandidat teori kuantum gravitasi, termasuk string theory dan loop quantum gravity. String theory berpendapat bahwa partikel-partikel dasar sebenarnya adalah "string" vibrasi satu dimensi yang sangat kecil. Sementara loop quantum gravity berusaha untuk kuantisasi ruang-waktu itu sendiri, dengan memandangnya sebagai jaringan loop dan simpul yang saling terkait (Rovelli, Quantum Gravity, 2004, hal. 45).

Meskipun kedua teori tersebut menawarkan pendekatan yang menarik dan potensial untuk menjembatani jurang antara mekanika kuantum dan relativitas umum, saat ini belum ada bukti eksperimental yang konklusif yang mendukung salah satu dari mereka. Ini menunjukkan betapa sulitnya mencari teori yang dapat menyatukan deskripsi alam semesta pada skala yang sangat besar dan sangat kecil.

Pencarian teori kuantum gravitasi bukan hanya tentang menyatukan dua teori besar dalam fisika. Ini juga tentang memahami dasar-dasar realitas itu sendiri, bagaimana alam semesta bekerja pada level yang paling fundamental, dan bagaimana kita, sebagai pengamat, berinteraksi dengan realitas tersebut.

Sains Lainnya